Sepenggal Kisah Dr Hasan Basri Tanjung

Jakarta, PUBLIKASI – Silaturahmi akan membuka pintu rezeki dan panjang umur. Semoga berkah melimpah nian aamiin. Horas kawan!

Begitu nukilan pesan Ketua Yayasan Dinamika Umat, Parung, Bogor Ustaz Dr. Hasan Basri Tanjung, dikutip dari laman facebook miliknya.

Dalam tulisannya berjudul Semua Ada Hikmahnya, Kenangan 32 Tahun Lalu. Ustaz Tanjung mengisahkan sepenggal perjalanan hidupnya ketika merantau dari Desa Patihe, Kecamatan Sungai Kanan, Kabupaten Labuhan Batu Selatan (Labusel), Sumatera Utara (Sumut) ke DKI Jakarta.

Ia adalah seorang anak yatim yang kurang beruntung  (miskin) meninggalkan kampung halamannya Patihe, di pelosok Labusel Sumut pertengahan tahun 1990. Setamat MAN Padang Sidempuan, Sumut, ia diajak oleh abang iparnya yang akrab dipanggil Ustaz Dasopang (alm)  berdomisili di Sipirok, Tapsel, Sumut   yang mengenal baik dengan pemilik Kampus Tercinta IISIP Jakarta di kawasan Lenteng Agung yang berasal dari kota yang sama.

Keinginannya menginjakkan kaki di Ibu Kota sedemikian kuat, sehingga mengabaikan hasil test masuk ke IAIN Imam Bonjol Padang ketika itu. Berbekal hasil jual kebun karet warisan orang tua, ia pun melangkah dengan keyakinan bahwa nasib akan berubah, seperti lantunan lagu Gubuk Bambu Meggy Z yang sering dinyanyikan, “suatu saat nanti nasib berubah”.

Perjalanan dua hari tiga malam menaiki Bus ALS (Antar Lintas Sumatera) menelusuri pulau Sumatera menjadi pengalaman yang sangat berkesan sepanjang hidupnya. Sebab, selama ini ia selalu mabuk naik mobil walaupun jarak dekat. Namun, hal itu tak membuat niatnya surut sedikit pun. Dalam hati ia berkata, tak ada orang mati karena mabuk. Segala obat dan tips mencegah mabuk dilakukan, hingga mengambil kerikil di bawah bus sebelum berangkat.

Ia berusaha menikmati perjalanan yang melelahkan itu dengan khayalan melambung jauh. Keajaiban pun terjadi, ia tidak mabuk, kecuali saat naik kapal Ferry dari Bakauheni menuju Merak karena ombak yang besar, sehingga goyangan kapal pun luar biasa sehingga ia terkapar lemas hingga tak berdaya.

Sesampai di Jakarta, ia disambut kerabatnya yang sudah lebih dahulu sampai setahun lalu, Sudin Hasibuan, saat ini menjabat Pemimpin Umum sekaligus Pemimpin Redaksi koranpublikasi.com., pengelola Majalah Bhayangkara Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisan (STIK), Majalah INSPIRASI Pusat Sejarah Polri, dan Majalah Center for Terrorism and Radicalism Studies Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian.

Kami tinggal di mess kampus bersama kawan-kawan lainnya yang sebagian besar berasal dari Tapsel sebagai cleaning servis yang dijuluki ‘Jarumput’ sembari kuliah di Jurusan Ilmu Politik sore hari.

“Pada pagi hari saya ngepel ruangan kuliah dan kamar mandi dan setelahnya menjadi office boy, serta sore sampai malam hari jadi tukang parkir. Semua itu saya jalanin dengan sabar dan tekun, asal bisa kuliah. Sebenarya, saya menikmati perjuangan tersebut, apalagi setiap awal bulan dapat uang saku sebesar 30 ribu rupiah dan makan tersedia di kantin. Alhamdulillah,” tutur Ustad Tanjung kepada PUBLIKASI, 28/6/2022 .

Namun, kata dia, keadaan berubah 180 derajat secara tiba-tiba. Belum sampai dua semester, ‘malapetaka’ pun menghantam luar biasa. Ia dikeluarkan dari kampus tersebut karena persoalan pribadi antara abang iparnya dengan owner kampus.

Ia tidak tahu menahu persoalan yang terjadi tapi harus menanggung akibatnya. Sebelum dikeluarkan, ia diduga mendapat perlakuan yang sangat menyakitkan dan menghinakan.

Terkadang, air matanya menetes ketika duduk di bawah pohon jelang senja sambil merenungi nasib yang malang. Seraya bergumam, “Yaa Rabb, sakitnya jadi orang miskin ini. Tolong hamba yang teraniaya ini”.

Singkat cerita, setelah keluar, ia lulus tes masuk di IAIN Jakarta. Untuk bertahan hidup, ia buka warung bersama kerabatnya bernama Sudin Hasibuan di daerah Ragunan, Jakarta Selatan. Belanja dagangan dan mengangkut sendiri dari Pasar Minggu dengan angkot kerap dilakoninya.

Modal warung dari kerabatnya dan ia yang menjalankan. Cukuplah buat makan dan bayar kontrakan. Kondisi ini beberapa bulan ia jalani  dengan susah payah sebelum pindah ke Kampus IAIN Jakarta di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel).

“Sakit hati saya sedemikian dalam atas perlakuan yang saya alami selama di kampus. Luka hati sedemikian parah dan belum sembuh walau sudah bertahun-tahun. Beranjak kurang lebih 10 tahun berlalu, saya pun telah sarjana dan menikah dengan Fatimah Sururi seorang gadis cantik yang juga sama-sama kuliah dikampus yang sama”.

Dr. Hasan Basri Tanjung saat ini selain sehariannya mengelola  Yayasan Dinamika Umat juga jadi dosen di UIKA Bogor. Ia menyadari, bahwa takdir Allah tidak ada yang salah. “Dunia ini memang panggung sandiwara dengan peran yang harus dimainkan. Peran orang terzalimi sudah dilalui dengan baik dan suatu hari akan berganti peran,” kenangnya.

Setelah menyadari hikmah semua perjalanan pahit, barulah ia mampu melihat masa lalu yang suram sebagai tangga kehidupan yang mengantarkannya ke peran saat ini. Ketika mendengar pemilik kampus wafat, ia pun memaafkan dan mendoakan, bahkan berterima kasih atas perlakuannya di masa lalu, yang memaksanya untuk keluar dan melanjutkan episode cerita lain sebagai Ustadz dari Patihe.

Mendapat Undangan

Tanggal 25-26 Juni 2022, kawan-kawan seniornya yang dulu sempat bersama, mengadakan Family Gathering di Pantai Anyer. Entah mengapa ia diundang, padahal bukan alumni yang lulus dari kampus tersebut. Lebih 30 tahun tak jumpa, tapi masih mengenal beberapa senior yang hari ini sudah berjaya. Semisal Bang Edi Saputra Hasibuan mantan Kompolnas yang juga menyediakan kamar di hotel Marbella. Alhasil, semua ada hikmahnya. Walaupun baru dipahami bertahun-tahun kemudian.

Silaturrahim, kata Ustad Tanjung, akan membuka pintu rezeki dan panjang umur. Semoga berkah melimpah nian aamiin. Horas kawan. ristia

Leave a Comment!