Condet, PUBLIKASI – Pers adalah salah satu bagian dari media massa. Media massa telah memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan media, masyarakat dapat memperoleh informasi apa saja yang mereka butuhkan.
Pers merupakan salah satu media yang dijadikan masyarakat untuk memperoleh informasi, baik itu dalam media cetak maupun elektronik. Trend saat ini Jurnalisme Warga dan Media Medsos ikut berperan besar memengaruhi situasi dan kondisi sebuah negara, olehkarenya berhati-hatilah!
Jurnalistik Islami adalah identitas sebuah profesi yang melakukan proses pekerjaan meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam kepada khalayak, serta berbagai pandangan dengan perspektif ajaran umat Islam.
Jurnalistik Islami ditandai dengan makna proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan dan sosialisasi nilai- nilai Islami.
Dalam Pers penting digaris bawahi ; tidak ada istilah yang dinamakan “Pers Islam”. Melainkan, Pers yang bercirikan Islami. Demikian Ir. H. Arse Pane Head of Public Relations Majelis Dakwah RI-1.
Fungsi dan kegiatan yang dilakukannya sama saja seperti pers pada umumnya, akan tetapi yang menjadikan beda dari pers biasa dengan pers yang bercirikan Islami ialah berita atau informasi yang disampaikannya.
Pers yang bercirikan Islamiyah, lebih menonjolkan informasi tentang larangan dan perintah dari Allah SWT.
Pers Islamiyah ini bertujuan untuk memengaruhi khalayak untuk berperilaku sesuai ajaran Agama Islam.
Pandangan perspektif Ketua Umum Ikatan Reporter Seluruh Indonesia Ir. H. Arse Pane (Batu Ampar, Jaktim, 22/11/2020) ; terhadap keberadaan Reporter Muslim, sejatinya ia dapat menempatkan diri sebagai seorang muslim yang mengemban profesi sebagai Reporter / Jurnalis dipundaknya.
Selain mentaati kode etik yang ada menurut Undang Undang Pokok PERS, jurnalis muslim juga harus menjadikan Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman yang lebih utama.
Seorang Reporter atau wartawan muslim adalah Juru Dakwah dalam bidang Pers. Oleh karena itu seorang wartawan muslim harus dapat memberikan informasi yang akurat, sesuai dengan kode etik jurnalistik dan ingat sesuai syariat Islam!
Makna dan Etika Jurnalistik Islami
Jurnalistik Islami esensinya sebuah profesi sebagai proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islami, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam kepada khalayak, serta berbagai pandangan tentang perspektif ajaran Islam.
Penggiat Jurnalistik Islami memahami betul suatu proses pekerjaan dalam melakukan pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan dan sosialisasi bernilai Islami (Kutipan Presiden Majelis Dakwah RI-1, Bunda Adv. Hj. Lilis Suganda Tutilaswati, SH ; Kota Wisata, Cibubur)
Nah, untuk manfaatnya ; Jurnalistik Islami bisa dikatakan sebagai Crusade Journalism. Maksudnya jurnalistik yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islam. Lebih tegas Jurnalistik Islami mengemban sebuah Misi Amar Ma’ruf Nahyi Munkar (Q.S. 3:104).
“Dalam hal ini seorang Reporter atau Jurnalis Muslim dituntut untuk selalu menjadikan Al-Quran dan Hadits sebagai landasan dalam memberikan informasi kepada khalayak,” lugas Artis Kolosal dan Presenter Hijab serta Bercadar itu sembari eksis dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini dimaksudkan agar berita yang diperoleh oleh khalayak luas atau masyarakat dapat dipertanggungjawabkan baik secara langsung oleh si pembuat berita yaitu Reporter atau Jurnalis itu sendiri pun termasuk pihak penanggungjawab di perusahaan pers tersebut.
Kode Etik Jurnalis Islami
Cara penyampain dalam pers yang bercirikan Islam ini jelas berbeda dengan media pers pada umumnya.
Penting diingat, seorang Pers yang bercirikan Islami selalu menghindari hal-hal yang bertentangan dengan Syariat Agama Islam.
Jurnalistik Islami adalah Jurnalistik Dakwah. Konkretnya, seorang Reporter Muslim hakiki harus menjadikan jurnalistik islam sebagai “Ideologi” dalam profesi yang diemban. Karena dakwah merupakan kewajiban yang melekat pada setiap muslim.
Disisi objek yang diberitakan, seorang Reporter Indonesia memiliki “Hak Tolak”, dengan mengedepankan dan menghargai ketentuan embargo, dan atau terkait informasi latarbelakang narasumber pun objek berita termaktub didalamnya “Off The Record” sesuai yang disepakati antara Narasumber dengan Reporter Islami itu sendiri.
Reporter Indonesia berkewajiban dan bersedia melindungi Narasumber yang tidak bersedia disebut nama dan identitasnya.
Berdasarkan kesepakatan, jika Narasumber meminta informasi yang diberikan ditunda pemuatannya, pun harus dihargai. Hal ini berlaku juga untuk informasi latarbelakang.
Reporter Indonesia segera mencabut dan meralat dalam pemberian serta melayani hak wajib.
Hal itu maksudnya bertujuan mensegerakan mencabut dan meralat pemberitaan dan penyiaran yang keliru dan tidak akurat dengan disertai permintaan maaf oleh pihak penanggungjawab media terkait.
Inisial Ralat ditempatkan pada halaman yang sama dengan informasi yang salah dan tidak akurat.
Dalam hal pemberitaan yang merugikan seseorang atau kelompok, pihak yang dirugikan harus diberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi.
Pengawasan dan penetapan sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik ini, sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu***