Makassar, PUBLIKASI – Adanya partisipasi publik, membantu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memenuhi berbagai target dari kebijakan ataupun program-program strategis yang dijalankan. Pencapaian tersebut kemudian berujung pada manfaat yang akan diperoleh masyarakat itu sendiri, dalam hal ini kepastian hukum atas tanahnya hingga kemakmuran bagi masyarakat.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (PTPP), Embun Sari mengungkapkan, Kementerian ATR/BPN telah melakukan beberapa program dan kebijakan yang terkait dengan pengelolaan pertanahan dan tata ruang yang partisipatif. Hal ini sebagai upaya untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
“Kita sudah menyusun tujuh _strategic goals_, yang pertama adalah mewujudkan keadilan pertanahan. Ada UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang menjadi dasar, yang berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” ujarnya pada kegiatan ATR/BPN Goes to Campus dengan tema Pengelolaan Pertanahan dan Tata Ruang yang Partisipatif menuju Indonesia Emas 2045, bertempat di Auditorium Prof. Baharuddin Lopa, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, pada Jumat (17/03/2023).
Embun Sari menyatakan, salah satu program Kementerian ATR/BPN adalah program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Ia berkata, jika 126 juta bidang tanah di Indonesia sudah terdaftar, tentunya akan terbentuk data penguasaan dan pemilikan tanah. “Kita jadi tahu siapa yang menguasai tanah, di mana letaknya, berapa luas. Dari sana juga kita tahu bagaimana bentuk pemanfaatannya,” tuturnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, PTSL bisa berjalan dengan lancar dan berhasil karena partisipasi masyarakat luas. “Nanti jika seluruh bidang tanah terdaftar, diharapkan kualitas data pertanahan menjadi lebih _reliable_. Karena, informasi terkait pertanahan dan tata ruang itu tak cuma untuk ATR/BPN saja, namun juga untuk kepentingan pembangunan lainnya,” terang Dirjen PTPP.
Hal senada diungkapkan oleh Direktur Pengukuran dan Pemetaan Kadastral, Yuli Mardiyono. Ia menyebut bahwa partisipasi dari berbagai lapisan masyarakat memang dibutuhkan dalam kegiatan PTSL. “Saat ini sisa 26 juta bidang yang belum terpetakan atau berkisar 20 persen. Harapannya, pada tahun 2025 seluruh bidang tanah ini dapat terpetakan. Nah ini perlu mendapat dukungan dari Adik-adik mahasiswa, seperti halnya dalam pemasangan patok bidang tanah,” sebutnya.
Yuli Mardiyono juga mengatakan, dari aplikasi Justicia Kementerian ATR/BPN diketahui bahwa sebaran kasus sengketa dan konflik berdasarkan tipologi yang paling banyak terjadi adalah permasalahan letak batas bidang tanah. “Inilah mengapa Pak Menteri meluncurkan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (GEMAPATAS). Gerakan ini dimaksudkan agar patok batas bidang tanah terpasang dan menjamin letak dari aspek batas dan luas,” jelasnya.
Menurutnya, patok batas bidang tanah dapat memudahkan dan mempercepat petugas pertanahan untuk mengukur dan memetakan bidang tanah. “Dalam pemasangan patok ini kan juga ada persetujuan dari pihak-pihak sebelah atau tetangga sebelah, juga ada saksi dan dokumentasinya. Diharapkan ini juga meminimalisir sengketa dengan pemilik bidang tanah yang berbatasan,” terang Yuli Mardiyono.
Adapun sesi diskusi kegiatan ATR/BPN Goes to Campus ini dimoderatori oleh Kahar Lahae selaku Kepala Pusat Penelitian Agraria, LPPM Universitas Hasanuddin. Hadir mengikuti acara, sebanyak 350 mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. (Red)