Jakarta, PUBLIKASI – Pemerintah Indonesia terus berupaya meneguhkan pencapaian ketahanan pangan nasional dalam menghadapi ancaman krisis pangan global. Berbagai upaya telah dan akan terus dilakukan guna memperkuat capaian program tersebut. Antara lain, pemerintah memasukan ketahanan pangan dalam Agenda Pembangunan Nasional Tahun 2022-2024 dengan memprioritaskan program peningkatan ketersediaan, akses, serta kualitas konsumsi pangan.
Kebijakan fiskal yang diambil pemerintah melalui APBN 2022 dengan tema Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural, juga memasukkan ketahanan pangan sebagai agenda prioritas pembangunan serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Berbagai strategi pun terus dilakukan, mulai dari dimensi diversifikasi, efisiensi distribusi, penyediaan sarana prasarana, hingga mendorong pengembangan dan penggunaan teknologi untuk meningkatkan produksi dan kualitas pertanian. Sistem pengembangan dan penggunaan teknologi pertanian membutuhkan dukungan peralatan dan perlengkapan pertanian, seperti pupuk.
Dikutip dari laman kemenperin.go.id, Jumat (2/9/2022), industri pupuk dinilai sebagai salah satu sektor strategis yang dapat memacu perekonomian nasional. Di sisi lain, industri pupuk berperan penting dalam mendorong peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian. Termasuk tetap menjaga fungsi tanah dan lingkungan.
Adapun langkah untuk menjamin pupuk yang digunakan petani Indonesia berkualitas, telah diberlakukan sertifikasi Standar Nasional Indonesia atau SNI. Sertifikasi SNI satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia.
Disebutkan, standar memberikan kontribusi yang sangat besar dan positif untuk sebagian besar aspek kehidupan. Standar memastikan karakteristik yang diinginkan dari produk dan layanan seperti kualitas, ramah lingkungan, keamanan, keandalan, efisiensi, pertukaran, dan dengan biaya ekonomis.
Sementara kegiatan standardisasi sendiri meliputi penilaian kesesuaian (conformity assessment) secara terpadu dikembangkan secara berkelanjutan khususnya dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional, memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan umum.
Penilaian kesesuaian berarti memeriksa bahwa produk, bahan, jasa, sistem, proses atau orang mengukur sampai dengan spesifikasi standar yang relevan atau spesifik. Hal ini, disebutkan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (UU Standarisasi)
Lengkapnya, UU Standarisasi itu bertujuan untuk meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan pelaku usaha, serta kemampuan inovasi teknologi.
Kemudian, meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup. Lalu, meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan luar negeri.
Peran BSN
Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (4) UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Presiden Jokowi kemudian menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2018 tentang Badan Standardisasi Nasional (BSN), pada 2 Februari 2018.
Perpres BSN menyebutkan, untuk membina, mengembangkan serta mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional menjadi tanggung jawab BSN. Dengan kata lain, SNI dirumuskan melalui Komite Teknis dan ditetapkan oleh BSN.
Penetapan SNI sendiri merupakan sebuah upaya untuk melindungi para pelaku usaha dalam aspek kesehatan, keselamatan dan kesehatan. Sekaligus kelestarian lingkungan hidup (K3L). Selain itu, juga melindungi para konsumen dan masyarakat pada umumnya.
Secara umum, BSN telah menerbitkan 14.071 SNI sampai dengan Januari 2022, baik yang masih berlaku maupun abolisi. Dari jumlah ini, SNI yang masih berlaku terkait pertanian dan teknologi pangan berjumlah 2.447 SNI. Sementata terkait sertifikasi pupuk, BSN telah mengembangkan 29 SNI, sembilan diantaranya diberlakukan secara wajib.
Pentingnya penerapan SNI pupuk, kata Kepala BSN, Kukuh S. Achmad, jelas akan menjamin kualitas dari produk pupuk yang dapat memenuhi harapan sekaligus melindungi para petani atau pengguna. Di sisi lain, terjaminnya kualitas produk pupuk, tentu dapat meningkatkan daya saing produk pupuk yang dihasilkan industri pupuk yang menerapkan SNI.
“Pengembangan 29 sertifikasi pupuk tersebut sejalan dengan program peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian Indonesia,” tutur Kukuh, di Jakarta, seperti dikutip dari siaran pers BSN, Jumat (2/9/2022)
Adapun SNI pupuk yang diberlakukan wajib tersebut, adalah SNI 2801:2010 Pupuk Urea; SNI 2803:2012 Pupuk NPK Padat; SNI 02-1760-2005 Pupuk Amonium Sulfat; SNI 02-0086-2005 Pupuk Triple Super Fosfat; SNI 02-2805-2005 Pupuk Kalium Klorida; SNI 02-3769-2005 Pupuk SP-36; SNI 02-3776-2005 Pupuk Fosfat Alam untuk pertanian; SNI 7763:2018 Pupuk Organik Padat; dan SNI 8267:2016 Kitosan cair sebagai pupuk organik – syarat mutu dan pengolahan.
Saat ini, lanjut Kepala BSN, dari sembilan pupuk SNI wajib, ada dua jenis pupuk yang disubsidi pemerintah, yakni Pupuk Urea (SNI 2801:2010) dan Pupuk NPK (SNI 2803:2012). Adapun yang dimaksud Pupuk Urea dalam SNI adalah pupuk buatan yang merupakan pupuk tunggal, mengandung unsur hara utama nitrogen, berbentuk butiran (prill) atau gelintiran (granular) dengan rumus kimia CO(NH2)2. Sementara syarat mutu Pupuk Urea dilihat dari kadar nitrogen, air, biuret dan ukuran.
SNI 2801:2010 menetapkan persyaratan Pupuk Urea, yaitu mutu yang dilihat dari kadar nitrogen baik butiran maupun gelintiran minimal 46,0%; kadar air, baik butiran maupun gelintiran maksimal 0,5%; sementara kadar biuret, untuk butiran maksimal 1,2% dan gelintiran maksimal 1,5%.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pupuk NPK Padat adalah pupuk anorganik majemuk buatan berbentuk padat yang mengandung unsur hara makro utama nitrogen, fosfor dan kalium, serta dapat diperkaya dengan unsur hara mikro lainnya.
SNI 2803:2012 menetapkan persyaratan mutu Pupuk NPK Padat diantaranya kadar nitrogen total minimal 6%, kadar fosfor total minimal 6%, serta kadar kalium minimal 6%. Sementara jumlah kadar N dalam pupuk NPK padat minimal 30% dan kadar air maksimal 3%. Sedangkan cemaran logam berat merkuri maksimal 10 mg/kg; cadmium 100 mg/kg; dan timbal 500 mg/kg. Untuk kandungan arsen maksimal 100 mg/kg.
“Pemerintah tidak menoleransi peredaran atau penjualan pupuk yang tidak memenuhi persyaratan mutu SNI yang sudah diberlakukan secara wajib,” tegasnya.
Alasannya antara lain, penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan persyaratan mutu SNI berpotensi merusak unsur hara dalam tanah serta tanaman. Hal ini dapat mempengaruhi keberhasilan panen dan fungsi kelestarian lingkungan hidup. Sebaliknya, penggunaan pupuk ber-SNI berarti mendukung peningkatan produksi dan mutu produk pertanian Indonesia sebagai salah satu kunci meneguhkan capaian ketahanan pangan.
Penerapan SNI
BSN terus mendorong pemangku kepentingan menerapkan SNI pupuk. Berdasarkan data di bangbeni.bsn.go.id, industri pupuk yang telah menerapkan SNI sejumlah 129, salah satunya adalah PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri).
Anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero) yang bergerak di bidang produksi dan pemasaran pupuk ini, memiliki komitmen tinggi dalam penerapan SNI. Sesuai Visi perusahaan “Menjadi Perusahaan Agroindustri Unggul di Asia”, PT Pusri berkomitmen untuk menyediakan produk (barang dan jasa) yang dibutuhkan pelanggan sesuai dengan SNI.
Komitmen tersebut antara lain dibuktikan anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero) dengan kembali meraih kategori emas dalam ajang SNI Award Tahun 2021 lalu.
Dilansir laman pusri.co.id, SNI Award merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh BSN sebagai bentuk apresiasi Pemerintah RI kepada perusahaan penerap SNI. Disebutkan, PT Pusri secara konsisten mengikuti evaluasi SNI Award sejak tahun 2006, dan selalu memperoleh predikat kategori emas.
Saat ini PT Pusri Palembang memiliki sertifikasi SNI untuk produk utama, yaitu Urea dan NPK. Lalu produk sampingnya meliputi amonia, nitrogen, dan oksigen.
Termasuk sertifikasi SNI untuk sistem proses bisnis, diantaranya Sistem Manajemen Mutu SNI ISO 9001, Sistem Manajemen Lingkungan SNI ISO 14001, Sistem Manajemen Laboratorium SNI ISO IEC 17025, Sistem Manajemen Risiko SNI ISO 31000, Sistem Manajemen Energi SNI ISO 50001, Sistem Manajemen Anti Penyuapan SNI ISO 37001, Occupational Health and Safety ISO 45001 (Audit Stage 2), Sistem Keamanan Pelabuhan (ISPS) Code, Sistem Manajemen Pengamanan Perusahaan dan Sistem Manajemen Produksi.
Selain itu, PT Pusri Palembang berkomitmen mengembangkan kompetensi Perusahaan terutama dalam bidang laboratorium yaitu proses sertifikasi Uji Profisiensi ISO 17043 untuk produk urea, npk, dap, za dan kcl, termasuk melakukan riset dan ujicoba untuk proses pengujian SNI NPK 2803:2012 yang merupakan hasil kegiatan inovasi.
Pengawasan Pupuk
Selain pengembangan SNI pupuk, hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam menjamin efektifitas penerapan SNI adalah pengawasan. Pengawasan perlu dilakukan untuk menjamin aspek keadilan dunia usaha (fair trade).
UI Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, menyebutkan, salah satu fungsi penting dalam menjamin efektifitas penerapan SNI adalah pengawasan, baik pengawasan pra pasar atau hulu maupun pengawasan di pasar (hilir). Pengawasan penerapan di hilir dilakukan oleh Direktorat Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, serta BSN membantu pengawasan dalam hal uji petik.
Sementara pengawasan di sektor hulu, yaitu pada proses pemberian sertifikasi SNI oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro), sepenuhnya dilakukan BSN secara ketat. Jika ada produk tidak sesuai dengan standar tetapi lolos SNI, maka akan ada teguran untuk LSPro dan kemungkinan ijin untuk sertifikasi bisa dicabut.
Diketahui, proses penilaian kesesuaian oleh pihak ketiga diperlukan untuk membuktikan dan mendapatkan pengakuan resmi kebenaran suatu perusahaan atau organisasi yang telah menerapkan SNI atau standar tertentu. Proses penilaian kesesuaian disebut dengan istilah sertifikasi, dan lembaga yang melakukan kegiatan penilaian tersebut dinamakan lembaga sertifikasi.
Salah satu lembaga di Indonesia yang memiliki kaitan dengan izin edar suatu produk adalah (LSPro). LSPro merupakan lembaga pemerintah maupun swasta yang mempunyai wewenang untuk memeriksa dan menentukan standar mutu suatu produk. LSPro berperan penting dalam mendukung kebijakan dari pemerintah yang ada kaitannya dengan status SNI produk.
Hasil evaluasi LSPro harus melalui akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) agar kredibilitasnya terjamin. Di Indonesia terdapat banyak LSPro dengan tugas yang sama, yakni memastikan mutu dan kualitas dari suatu produk.
Langkah lainnya dalam mengoptimalkan pengawasan SNI adalah dengan melibatkan masyarakat digabungkan dengan teknologi digital sosial media. Sejak lama, BSN telah mengembangkan situs dan aplikasi berbasis android yang diberi nama “Bang Beni” (Barang ber-SNI).
“Bang Beni” dapat dipasang di gawai (gadget) atau diakses melalui situs bangbeni.bsn.go.id atau di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=id.sagara.bsn.bangbeni&hl=id.
Melalui situs dan aplikasi “Bang Beni”, masyarakat bisa melaporkan temuan produk yang diindikasikan melanggar ketentuan SNI. Laporan tersebut nantinya akan ditindaklanjuti atau diverifikasi oleh BSN maupun stakeholder BSN, baik di pusat maupun di daerah.
Ciptakan Rasa Aman
Adanya pengawasan peredaran pupuk oleh instansi terkait sangat dirasakan Putra Siregar. Ia mengaku, merasa terlindungi dan aman karena tidak pernah menemukan pupuk palsu saat membeli pupuk di koperasi yang ada di desanya, di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
“Secara kasat mata, pupuk yang kami beli dari tahun ke tahun adalah pupuk merek dari perusahaan milik negara. Selama bertahun tahun menggunakannya, tidak sekalipun tanaman padi saya rusak atau hasil panennya menurun karena pupuk. Jadi, saya pikir pupuk yang saya pakai selama ini adalah pupuk ber-SNI sebagaimana tertera di kemasan luarnya,” kata Putra tanpa menyebut merek ketika dihubungi koranpublikasi.com, Senin (29/8/2022) lalu.
Meski demikian, ia berharap, suatu waktu pihak terkait bisa mengumpulkan para petani di desanya untuk menyosialisasikan cara membedakan antara pupuk ber-SNI dengan pupuk palsu.
Sosialisasi itu, menurutnya, sangat penting. Sebab, selain pupuk palsu, ia juga pernah mendengar kabar tentang adanya pupuk yang tidak sesuai dengan komposisi yang tertera pada label kemasan. Belum lagi soal kemasan yang mirip.
“Selama ini, kami hanya melihat dari kemasan luar yang mencantumkan nama produsen, kandungan, kode SNI dan lainnya. Ini saja yang kamu hafal,” tuturnya.
Meski merupakan sawah tadah hujan, ia mengaku mendapatkan peningkatan produksi dari sawah yang dimilikinya.
“Peningkatannya memang tidak signifikan karena sawah kami adalah lahan tadah hujan yang secara geografis juga tidak dimungkinkan. Untungnya lagi, sawah kami tidak pernah rusak karena pupuk,” pungkas Putra. Abdullah Karim S