Legalitas Ijazah SHS Dipertanyakan, Polres Tapsel Mulai Lakukan Penyelidikan

Padang Lawas Utara, PUBLIKASI – Kasat Reserse Kriminal Polres Tapanuli Selatan (Tapsel), AKP. Paulus Robert Gobri Pembina, S.I.K., dalam Surat Permintaan keterangan dari laporan  Informasi Nomor : B/2662/XII/2022/Reskrim tanggal 13 Desember 2022 Mulai Lakukan Penyelidikan Kasus sehubungan dengan Dugaan Tindak Pidana “Pemalsuan” yang terjadi di Desa Parigi, Kec. Dolok, Kab. Paluta.

Seperti diketahui, Pemilihan Kepala Desa se-Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Provinsi Sumatera Utara selesai digelar, pada Rabu (16/11/2022) lalu. Namun, helatan demokrasi tingkat desa ini menyisakan dugaan kecurigaan soal keabsahan (Legalitas) ijazah yang dimiliki oleh salah satu calon yang rencananya besok hari Selasa, 27 Desember 2022 akan dilantik.

Dugaan ijazah “palsu” sebagai syarat administratif pencalonan kepala desa itu diduga digunakan oleh Sama Harianja Siregar (SHS), Calon Kepala Desa Parigi, Kecamatan Dolok, Paluta. SHS meraih 280 suara dari 675 daftar pemilih tetap, mengalahkan dua pesaingnya, yakni Paruntungan Dongoran (Nomor Urut 01) meraih 154 suara dan Palitan Dongoran (Nomor Urut 02) dengan raihan 131 Suara.

Namun sebelum penyelenggaraan hari pemilihan kades dilaksanakan, sejumlah warga telah menaruh curiga atas  keabsahan ijazah setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dimiliki SHS. Sebab SHS ditengarai tidak pernah menempuh bangku sekolah di Madrasah Aliyah Swasta YPHM di Kota Padang Sidempuan sejak tahun 1995 hingga 1998. Warga Desa Parigi hanya mengetahui SHS lulus dari Sekolah Madrasah Tsanawiyah, setingkat SLTP di Kecamatan Dolok, Paluta pada tahun 1995.

Seperti diketahui, ijazah tersebut sebagai syarat yang harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesetaraan dari Kantor Kemenag setempat.

Bukti dan Pernyataan

“Sebenarnya, kecurigaan penggunaan ijazah palsu itu juga sempat disampaikan Abdul Razak Siregar selaku Camat Kecamatan Dolok, Kabupaten Padang Lawas Utara kepada Ketua Panitia Pemilihan Kepala Desa (PPKD) Parigi pada saat tahap pemberkasan yang harus dilengkapi sebelum Pilkades,” kata Palitan Siregar dan Paruntungan Siregar kepada wartawan di depan Polres Tapanuli Selatan (Tapsel), Kota Padang Sidempuan, Rabu (7/12/2022) usai memberikan Laporan Pengaduan Masyarakat (Dumas) kepada petugas Polres Tapsel, terkait keabsahan atau legalitas yang digunakan SHS.

Namun, lanjut Palitan dan Paruntungan, Pangihutan Siregar selaku Ketua Panitia Pemilihan Kepala Desa tetap meloloskan SHS sebagai bakal calon (Balon) Kepala Desa Parigi.

Sedangkan Drs. Muhammad Idris Nasution selaku Kepala Madrasah Aliyah Swasta Yayasan Perguruan Al-Hidayah Mustaqim (YPSM) Padang Sidempuan dalam keterangannya mengatakan bahwa, ijazah milik Saman Harianja Siregar adalah asli.

“Asli (Ijazah SHS), saya keluarkan,  bukan palsu. Namun penggunaan ijazah tersebut diperuntukkan guna mencari kerja di perkebunan swasta, bukan untuk calon kepala desa yang honornya dari APBN atau APBD,” terang Idris.

Pengakuan itu juga disampaikannya dalam surat pernyataan yang ditandatanganinya per Desember 2022. Ia menyatakan: “Bahwa betul saya yang menandatangani dan menerbitkan Ijazah Madrasah Aliyah Swasta Yayasan Perguruan Al-Hidayah Mustaqim (YPSM) Padang Sidempuan atas nama Saman Harianja Siregar yang saya tandatangani pada tanggal 16 Juni 1998”.

Di poin kedua dinyatakan: “Bahwa saya mengakui dengan sebenarnya bahwa Madrasah Aliyah Swasta Yayasan Perguruan Al-Hidayah Mustaqim (YPSM) Padang Sidempuan tidak terdaftar pada Kementerian Agama, baik di kantor Kementerian Agama Kabupaten Tapanuli Selatan dan/atau kantor Kementerian Agama Kota Padang Sidempuan”.

Selanjutnya, poin ketiga dikatakan: “Bahwa saya menyatakan kepada setiap pemegang ijazah bahwa Madrasah Aliyah Swasta Yayasan Perguruan Al-Hidayah Mustaqim (YPSM) Padang Sidempuan ini, untuk tidak mempergunakannya pada instansi pemerintah termasuk dalam pemakaian sekretaris desa”.

Sementara Kepala Kementerian Agama Kota Padang Sidempuan, Masir Rambe dalam Surat Penjelasannya Nomor B-2510/KK.02.20/PP.00/12/2022, dikatakan: “Bahwa Kantor Kementerian Agama Kota Padang Sidempuan, berdiri tahun 2002, sementara ijazah yang dipertanyakan terbit 1998”.

Kedua, “Bahwa Madrasah Aliyah Swasta Yayasan Perguruan Al-Hidayah Mustaqim (YPSM) Padang Sidempuan tidak terdaftar pada Sistem Informasi Madrasah dan Kelembagaan pada Kantor Kementerian Agama Kota Padang Sidempuan”.

Ketiga, “Bahwa izin operasional Madrasah Aliyah Swasta Yayasan Perguruan Al-Hidayah Mustaqim (YPSM) Padang Sidempuan, tidak terdaftar pada Kantor Kementerian Agama Kota Padang Sidempuan”.

SHS ketika hendak dikonfirmasi Publikasi.com terkait dugaan pemalsuan ijazah miliknya itu tidak berhasil   ditemui.

Ancaman Hukuman

Terkait dengan tindak pidana mengenai penipuan dan pemalsuan dokumen diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)  pada pasal 263 .

Ayat (1):

Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

Ayat (2):

Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian. (K.U.H.P. 35, 52, 64-2, 276, 277, 416, 417, 486).

Meski pemalsuan ijazah juga disebutkan pada pasal pemalsuan surat dalam KUHP tersebut, namun berdasarkan asas lex specialis derogate legi generalis yaitu aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum, maka ketentuan pidana khusus akan diberlakukan.

Dalam hal ini, aturan mengenai pemalsuan ijazah telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Lebih jelasnya tentang sanksi pemalsuan ijazah tercantum pada pasal 69 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ayat (1):

Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Ayat (2):

Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Sehingga berdasarkan bunyi pasal dalam undang-undang tersebut, tindakan pemalsuan ijazah dapat dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak yakni Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). red/*

 

 

 

 

 

 

Leave a Comment!