Bandung, PUBLIKASI – “Tak bisa dipungkiri bahwa banyak sekali objek wisata di Indonesia yang memiliki legendanya sendiri – sendiri. Legenda mungkin hanya sebuah cerita biasa, tetapi kenapa bagi sebagian orang legenda sengaja diciptakan agar memiliki daya tarik untuk dikunjungi. Apakah hanya sekedar untuk memudahkan pemandu wisata untuk membawakan sebuah alur cerita semata ? Atau bagian dari rangkaian strategi pemasaran agar objek wisata tersebut menarik untuk dikunjungi, bahkan bagi sebagian pendengar akan menjadi daya pikat untuk diceritakan pada teman – temannya sehingga banyak orang yang penasaran untuk mendatanginya. Namun demikian dalam membuat legenda tidak bisa asal – asalan karena harus ada bobot muat atau value-nya. Oleh karenanya keterampilan dalam membuat suatu legenda juga penting untuk dimiliki oleh para pegiat pariwisata Indonesia “, ujar Ketua Umum Prawita GENPPARI Dede Farhan Aulawi yang ditemui di Bandung, Kamis (21/1).
Kemudian Dede juga menjelaskan bahwa “Legenda” berasal dari bahasa Latin “Legere” yang artinya cerita rakyat yang berisikan tentang tokoh, peristiwa, atau tempat tertentu yang mencampurkan fakta historis dengan mitos, sehingga legenda sering dianggap sebagai “Sejarah” kolektif (folk history). Legenda juga bisa dianggap sebagai cerita rakyat zaman dahulu yang berkaitan dengan peristiwa dan asal usul terjadinya suatu tempat. Contohnya legenda Sangkuriang dengan gunung Tangkuban Perahu-nya. Namun ada juga yang berpendapat bahwa legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang juga membedakannya dengan mite. Dengan demikian legenda merupakan ekspresi budaya suatu masyarakat lewat “cerita” yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya dan sosial masyarakat tersebut. Ujar Dede.
Selanjutnya Dede juga menambahkan terkait dengan ciri-ciri suatu legenda, yaitu dipercaya sebagai kejadian yang benar-benar terjadi nyata, ada manusia yang ditokohkan dalam cerita tersebut, dan bersifat semihistoris. Merujuk pada pendapatnya Bruvand, ia menggolongkan legenda menjadi empat kelompok yaitu legenda keagamaan, legenda alam gaib, legenda perseorangan, dan legenda setempat.
Legenda Keagamaan biasanya terkait dengan cerita orang-orang suci, misalnya Walisongo. Umumnya terjadi pada masa lampau yang lebih kental dengan nilai religius, dan ada panutan atau suri tauladan yang baik dalam bidang keagamaan yang dapat memengaruhi pola kehidupan masyarakat zaman dahulu yang belum mengetahui nilai agama.
Adapun Legenda Alam Gaib biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan dialami oleh seseorang. Fungsi dari legenda ini adalah memelihara kepercayaan sebagian masyarakat terhadap sesuatu. Bisa benar-benar terjadi dan dialami oleh seseorang menurut persepsinya, tetapi menarik untuk dialurkan dalam sebuah cerita.
Sementara Legenda Perseorangan biasanya berkaitan dengan cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu, yang dianggap oleh yang mempunyai cerita benar-benar terjadi. Adapun contoh dari legenda ini adalah legenda Panji, Maling Kundang, Si Manis Jembatan Ancol, dan lain – lain.
Terakhir Legenda Setempat, yaitu berkaitan dengan cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat, dan bentuk topografi yakni bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit, berjuang, dan sebagainya. Jadi bisa dibilang menceritakan asal usul suatu tempat, baik yang menyangkut nama, bentuk suatu daerah, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan tempat tersebut.
“ Dengan demikian dalam membuat legenda yang akan dikaitkan dengan suatu potensi wisata sesungguhnya tidaklah mudah. Butuh keterampilan dan keahlian khusus dengan alur cerita yang nyambung dan memiliki maksud untuk mengorbitkan suatu “nama tokoh/ tempat” agar bisa memudahkan untuk diingat atau dikenang oleh orang yang mengunjunginya, atau juga mudah untuk diceritakan dan menjadi sebuah cerita yang menarik. Untuk itulah Prawita GENPPARI cukuo konsen dan berkeinginan untuk membuat suatu pelatihan yang akan melatih keterampilan para peserta dalam membuat suatu legenda yang berkaitan dengan potensi – potensi wisata yang ada di daerah “, pungkas Dede. **