Jakarta , PUBLIKASI – Kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing (WNA) masih menjadi persoalan. Telah tertulis dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dengan jelas terdapat asas nasionalisme yang mana hanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang boleh memilki hak milik atas tanah. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pun sebagai institusi yang mengampu administrasi di bidang pertanahan telah membuat peraturan yang tegas mengenai hak kepemilikan tanah bagi WNA.
Dalam kesempatan ini, Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Andi Tenrisau menjelaskan mengenai aspek hukum kepemilikan properti untuk WNA di Indonesia. Terdapat prinsip nasionalisme yang menjadi asas dalam memberikan sebuah properti kepada WNA, yaitu hanya Hak Pakai dan Hak Sewa untuk Bangunan.
“Ada prinsip-prinsip nasionalisme yang harus kita ingat, pada Pasal 21 UUPA intinya bahwa hanya Hak Milik kepada WNI saja. Lalu bagaimana dengan orang asing? Orang asing jelas bahwa dengan UUPA kita bisa memberikan Hak Pakai saja,” ujar Andi Tenrisau dalam Diskusi Panel Seri 1 dengan tema “Kupas Tuntas Aspek Hukum Kepemilikan Properti bagi WNA di Indonesia” secara daring, Rabu (30/03/2022).
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UUCK terdapat terobosan kebijakan, yaitu satuan Rumah Susun (sarusun) untuk orang asing, pemilikan orang asing atas sarusun diperluas dapat di atas Hak Guna Bangunan (HGB) serta asas pemisahan horizontal untuk kepemilikan orang asing.
“Sertipikat sarusun yaitu ketika dimiliki warga negara asing tidak diduduki tanahnya, jadi tanahnya dikuasai oleh negara. Intinya bahwa ketika berbicara tentang kepemilikan properti di Indonesia, terutama ada pengembangan objeknya atau disebut di atas tanah bersama, tapi dengan menggunakan pendekatan penerapan asas pemisahan horizontal,” ungkapnya.
Andi Tenrisau juga menerangkan mengenai mekanisme WNA dapat mempunyai aset di Indonesia. “Lokasi yang diberikan kepada WNA khususnya tanah bersama HGB itu dalam peraturan sudah dibatasi, dibangun di kawasan ekonomi khusus, kemudian kawasan perdagangan bebas, kawasan ekonomi lainnya seperti kawasan perkotaan, pariwisata, dan pendukung hunian vertikal. Jadi khusus untuk memperluas objek yang bisa dimilki oleh WNA khususnya sarusun itu sangat terbatas, tapi kalau masih Hak Pakai tidak ada pembatasan,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Dewan Pakar Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), Dewi Padusi Daeng Muri menyampaikan mengenai jangka waktu yang diberikan pada WNA terhadap kepemilikan properti. “Perpanjangan dan pembaruan dapat dilaksanakan sepanjang orang asing masih memiliki izin tinggal di Indonesia,” pungkasnya. (*/Red)