Kasus Ginjal Akut di RI Tembus 324 Kasus, 195 Meninggal Dunia

 Jakarta, PUBLIKASI – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat jumlah kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia mencapai 324 orang per Minggu (6/11) malam. Ratusan kasus itu teridentifikasi di 28 provinsi Indonesia.

Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengatakan fatality rate atau tingkat kematian kasus ini mencapai 60 persen. Golongan usia pasien paling banyak berasal dari bayi di bawah lima tahun (balita).

“Masih ada 28 provinsi yang melaporkan dan jumlahnya saat ini sudah ada 324 kasus. Yang saat ini masih dirawat di rumah sakit seluruh Indonesia ada 27 orang, yang meninggal 195 orang, dan yang sudah sembuh 102 orang,” kata Syahril dalam konferensi pers, Senin (7/11).

Kendati demikian, Syahril menegaskan bahwa penambahan kasus baru merupakan kumulatif kasus sebelumnya yang belum terlaporkan.

Selain itu, selama periode 2-6 November ini, Kemenkes juga tidak menerima laporan penambahan kasus baru dari GGAPA ini.

Syahril kemudian menyebut berdasarkan data yang dilaporkan dari seluruh rumah sakit di 28 propinsi menunjukkan hasil pemeriksaan yang konsisten, yakni faktor risiko terbesar penyebab GGAPA adalah toksikasi dari Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada sirop atau obat cair.

“Maka didapatkan suatu zat yang menjadikan sebab terjadinya keracunan atau intoksikasi pada ginjal anak tersebut. Kemudian biopsi ginjal, kita temukan juga kelainan ginjal yang diakibatkan karena intoksikasi dari EG maupun DEG tersebut,” jelasnya.

Lebih lanjut, Syahril sebelumnya juga telah meminta agar masyarakat terutama orang tua segera membawa anak mereka ke fasilitas kesehatan (faskes) terdekat apabila mengalami gejala gangguan ginjal akut progresif atipikal. Salah satu gejala yang paling terlihat adalah penurunan volume buang air kecil (BAK).

Kewaspadaan terutama dilakukan apabila menemukan anak berusia kurang dari 18 tahun dengan gejala oliguria (air kencing sedikit) maupun anuria (tidak ada air kencing sama sekali).

Kewaspadaan para orang tua menurutnya juga perlu dilakukan dengan cara terus memantau jumlah dan warna urin yang pekat atau kecoklatan pada anak. Apabila urine berkurang atau berjumlah kurang dari 0,5ml/kgBB/jam dalam 6-12 jam atau tidak ada urine selama 6-8 jam, maka pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit.

Selanjutnya, pihak rumah sakit diminta melakukan pemeriksaan fungsi ginjal yakni ureum dan kreatinin. Apabila hasil fungsi ginjal menunjukkan adanya peningkatan, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi. *Arya

Leave a Comment!