Jakarta, PUBLIKASI – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM Badan Geologi mencatat Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi sebanyak sembilan kali pada Jumat (4/2). Tinggi erupsi tersebut dilaporkan berkisar 800-1.000 meter.
“Pada 4 Februari 2022 teramati letusan sebanyak 9 kali yaitu pada pukul 09.43, 10.25, 10.28, 12.46, 13.00, 13.31, 13.41, 14.46 dan 17.07 WIB,” kata Kepala PVMBG Andiani melalui keterangan tertulis, Jumat (4/2).
Andini mengatakan, dari pemantauan visual, erupsi yang terjadi merupakan tipe magmatik. Erupsi itu terjadi seiring dengan terekamnya kegempaan vulkanik Gunung Anak Krakatau.
“Pemantauan visual mengindikasikan bahwa erupsi yang terjadi merupakan tipe magmatik, sejalan dengan kegempaan vulkanik yang terekam,” ujarnya.
Dia menjelaskan, kegempaan Gunung Anak Krakatau selama 16 Januari-4 Februari 2022 ditandai dengan terekamnya gempa-gempa vulkanik dan gempa permukaan yang mengindikasi adanya intrusi magma dari bawah ke permukaan secara bertahap.
“Peningkatan intrusi magmatik kemungkinan mulai terjadi sejak 20 Desember 2021 yang diindikasikan dengan terekamnya gempa vulkanik dalam dan vulkanik dangkal dalam jumlah yang cukup signifikan,” terangnya.
Berdasarkan data pemantauan secara visual dan instrumental, Gunung Anak Krakatau hingga kini masih berpotensi erupsi. Sejumlah potensi bahaya dari aktivitas gunung tersebut dapat berupa lontaran lava pijar, material piroklastik, maupun aliran lava.
“Hujan abu lebat secara umum berpotensi di sekitar kawah di dalam radius 2 km dari kawah aktif. Sementara itu, hujan abu yang lebih tipis dapat menjangkau area yang lebih luas bergantung pada arah dan kecepatan angin,” tuturnya.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono mengeluarkan peringatan imbas aktivitas Gunung Anak Krakatau. Rahmat mewaspadai potensi gelombang tinggi di perairan Selat Sunda.
Rahmat meminta warga yang berada di sekitar Selat Sunda menghindari daerah pantai karena potensi gelombang tinggi tersebut. Meski demikian, Rahmat tak menyebutkan tinggi gelombang yang disebabkan oleh gunung api itu.
Ia menjelaskan, BMKG saat ini belum bisa memprediksi ketinggian gelombang akibat aktivitas gunung api. Hal itu berbeda dengan prediksi ketinggian gelombang jika terjadi gempa atau perubahan cuaca.
“Kalau prediksi tsunami, gelombang tinggi, itu ada modellingnya dari BMKG. Tapi kalau gunung api belum ada modelnya, jadi masih sebatas imbauan-imbauan saja,” jelasnya.
Kendati demikian, Rahmat mengaku masih mewaspadai potensi gelombang tinggi dan tsunami akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau. Pihaknya juga berkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait status Gunung Anak Krakatau.
“Kami masih terus berkoordinasi dengan PVMBG terkait status Krakatau ya, kan sekarang statusnya waspada, jadi kami pantau terus,” ujarnya.
Sebelumnya, Gunung Anak Krakatau memuntahkan abu vulkanik setinggi 357 meter di atas permukaan laut, pada Kamis (3/2). Erupsi tersebut dilaporkan berembus secara konsisten dengan abu mengarah ke Pulau Jawa.
“Embusan terus menerus. Tidak terdengar suara dentuman, saya belum mendapat laporan suara dentuman. Abu mengarah ke Pulau Jawa,” kata Petugas Pos Pantau GAK Lampung, Andi Suandi, Kamis (3/2).
Sejak saat itu, gunung api tersebut terus mengalami erupsi. Hingga pada Jumat (4/1), tercatat sembilan kali menyemburkan kolom abu setinggi 800-1.000 meter di atas puncak.
Saat ini, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau ditetapkan pada level II atau waspada. Masyarakat diimbau untuk tidak mendekati dan beraktivitas di dalam radius 2 km dari kawah aktif Gunung Anak Krakatau. *Arya