Efek Kepatuhan Pajak Terhadap Kualitas Pendidikan dan Kesehatan

Semakin tinggi tingkat kepatuhan pajak, bertambah besar pula anggaran yang tersedia bagi pembangunan nasional, tak terkecuali peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan.

Oleh: Abdullah Karim S

Bukan rahasia lagi, pendapatan negara merupakan hak Pemerintah Pusat yang bersumber dari penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penerimaan hibah. Sekira 80% pendapatan negara ini berasal dari pajak, sisanya disumbang PNBP dan hibah.

Pajak sendiri merupakan kontribusi finansial wajib dari warga negara atau badan kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Fungsinya tidak semata sebagai sumber pendapatan negara, tapi juga sebagai penopang berbagai program pembangunan nasional hingga penyediaan layanan publik yang merata. Termasuk bidang pendidikan dan kesehatan.

Di sektor pendidikan dan kesehatan, pajak berfungsi untuk mendistribusikan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Pendanaan dari pajak memungkinkan pemerintah untuk menyediakan layanan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bagi “semua” lapisan masyarakat. Sementara di bidang kesehatan dapat meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan yang bermutu dan murah.

Untuk pendidikan, Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran sebesar 20% dari total APBN. Alokasi ini sejalan dengan yang diamanatkan UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan: “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.

Artinya, bertambah besar penerimaan negara, maka kian besar pula manfaat pajak dalam hal pembiayaan pembangunan nasional, khususnya pendidikan. Sebaliknya, semakin kecil penerimaan negara akan lebih sedikit porsi pajak untuk dana pembangunan nasional.

Merujuk laporan Kementerian Keuangan, realisasi pendapatan negara sebelum proses audit mencapai Rp2.774,3 triliun pada 2023, meningkat 5,3% dibanding 2022.

Penerimaan perpajakan berkontribusi paling besar, dengan nilai Rp2.155,4 triliun. Selanjutnya dari PNBP mencapai Rp605,9 triliun, dan dana hibah sebesar Rp13 triliun.

Dampaknya, anggaran pendidikan nasional terus mengalami kenaikan setiap tahun. Pada 2024 ini misalnya, dialokasikan sekitar Rp665,02 triliun. Jumlah ini naik 7% dari anggaran tahun lalu, yakni Rp612,23 triliun.

Dari total Rp665,02 triliun, transfer ke daerah (TKD) dan dana desa mencapai Rp346,56 triliun; Anggaran Kemendikbud Ristek mendapat Rp98,99 triliun; dan anggaran di luar TKD dan Kemendikbud sebesar Rp219,48 triliun.

Sedangkan dari total Rp612,23 triliun di tahun 2023, transfer ke daerah dan dana desa: Rp305,60 triliun; Anggaran Kemendikbud Ristek: Rp80,22 triliun; dan anggaran di luar keduanya Rp226,42 triliun.

Dana Rp98,9 triliun yang dikelola Kemendikbud Ristek di 2024, diprioritaskan untuk program-program perluasan wajib belajar dan bantuan pendidikan. Antara lain Program Indonesia Pintar (PIP) Pendidikan Dasar dan Menengah yang ditargetkan untuk 18.594.627 juta siswa.

Berikutnya program PIP Pendidikan Tinggi atau KIP Kuliah yang ditargetkan untuk 985.577 mahasiswa. Sementara Program Afirmasi Pendidikan Menengah ditargetkan untuk 3.943 siswa dan Program Afirmasi Pendidikan Tinggi untuk 9.276 mahasiswa.

Pemerintah juga mengalokasikan program Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan dalam upaya  peningkatan SDM dan pemerataan layanan pendidikan berkualitas, dan pemenuhan sarana prasarana pendidikan.

Pada Tahun Anggaran 2024 ini, DAK Fisik Bidang Pendidikan dialokasikan sebesar Rp15,29 triliun untuk pemenuhan sarana prasarana di 12.626 satuan pendidikan seluruh Indonesia, untuk jenjang PAUD, SD, SMP, SKB, SMA, SLB dan SMK.

Secara sederhana, alokasi anggaran pendidikan tersebut digunakan untuk membangun dan mengelola infrastruktur pendidikan, membayar gaji guru dan pendidik, memberikan beasiswa bagi siswa berprestasi, serta meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu.

Pajak juga mendukung program-program peningkatan kualitas pendidikan, seperti pelatihan guru, pengembangan kurikulum, dan penyediaan fasilitas belajar yang modern.

Pajak Untuk Kesehatan

Kontribusi nyata pajak di bidang kesehatan juga bisa dilihat dari komitmen pemerintah mengalokasikan anggaran yang mengalami kenaikan. Dari sebesar Rp172,5 triliun pada 2023 menjadi Rp187,5 triliun di tahun 2024.

Alokasi anggaran tahun 2024 tersebut, setara 5,6% dari total anggaran belanja negara. Meningkat 8,1% atau Rp13,9 triliun, dibandingkan dengan anggaran 2023.

Anggaran itu tentu bagian dari upaya untuk menciptakan SDM yang sehat dan produktif. Diantaranya dialokasikan untuk mempercepat penurunan prevalensi stunting agar mencapai 14 persen di 2024 yang dilakukan melalui perluasan cakupan pencegahan untuk seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.

Berikutnya, transformasi sistem kesehatan, penguatan teknologi kesehatan dan kemandirian farmasi dalam negeri. Meningkatkan akses dan kualitas layanan primer dan rujukan, serta menjamin tersedianya fasilitas layanan kesehatan yang andal dari hulu ke hilir.

Selain itu, alokasi juga untuk mengefektifkan atau penguatan program JKN melalui penajaman manfaat program, berdasarkan kebutuhan dasar kesehatan dan penyaluran bantuan iuran bagi PBI JKN.

Begitu pentingnya manfaat pajak di sektor pendidikan dan kesehatan, menegaskan setiap orang yang memenuhi syarat wajib bayar pajak harus patuh pajak.

Lantas cukupkah bersandar pada pertumbuhan penerimaan pajak yang semakin tinggi? Jelas tidak. Sesuai pesan Presiden Joko Widodo, setiap anggaran tersebut harus digunakan secara disiplin, teliti, dan tepat sasaran. Tidak kalah pentingnya adalah mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.

 

Leave a Comment!