Dede Farhan Aulawi Jelaskan Konsep “Desa Membangun” Sesuai UU

Bandung, PUBLIKASI – “Merujuk pasal 1 ayat 12 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pemberdayaan Masyarakat Desa merupakan upaya untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Dengan ditetapkannya UU tersebut, pada dasarnya memberi ruang untuk dipraktikan pada paradigma baru dalam pembangunan desa di Indonesia, agar agar desa mempunyai kemampuan sendiri dalam membangun desanya. Paradigma pembangunan yang dilakukan sendiri oleh Desa dikenal dengan istilah “Desa Membangun”. Paradigma Desa Membangun sudah dipraktikan oleh desa yang mempunyai agent of change (AC) terutama pada struktur pemerintah desa “, ungkap Pemerhati Pemberdayaan Masyarakat Desa Dede Farhan Aulawi di Bandung, Selasa (24/11).

Kemudian Dede juga menambahkan perlunya upaya pengembangan masyarakat untuk memunculkan keberdayaan desa dalam usaha peningkatan kualitas hidup dan ekonomi masyarakatnya. Pemberdayaan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai upaya atau proses untuk menggali dan memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga prinsip to help the community to help themselves dapat menjadi kenyataan.

Keberhasilan pemberdayan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan meraka, baik yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan akses kesejahteraan, dan kemampuan kultur serta politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: ‘kekuasaan di dalam’ (power within), ‘kekuasaan untuk’ (power to), ‘kekuasaan atas’ (power over) dan ‘kekuasaan dengan (power with). Ujar Dede.

UU Desa membentuk tatanan desa sebagai penggabungan fungsi self-governing community dan local self-government. Tatanan itu diharapkan mampu mengakomodasi kesatuan masyarakat hukum yang menjadi fondasi keragaman NKRI. Lebih-lebih pengaturan desa dalam UU Desa berlandaskan pada asas :
a. Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul
b. Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara
lokal untuk kepentingan masyarakat desa
c. Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di
masyarakat desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
d. Kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling
menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam
membangun desa
e. Kegotong-royongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun desa
f. Kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat desa sebagai bagian dari satu kesatuan
keluarga besar masyarakat desa
g. Musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat
desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan
h. Demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat desa dalam suatu sistem pemerintahan
yang dilakukan oleh masyarakat desa atau dengan persetujuan masyarakat serta keluhuran
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan
dijamin
i. Kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa
untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan
sendiri
j. Partisipasi, yaitu warga desa turut berperan aktif dalam suatu kegiatan
k. Kesetaraan, yaitu kesamaan warga desa dalam kedudukan dan peran
l. Pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa
melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan
prioritas kebutuhan
m. Keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan desa.tuhan masyarakat desa

“ Di dalam sebuah proses pemberdayaan memerlukan pelaku perubahan (agent of change) yang berperan sebagai animator sosial agar proses pemberdayaan berjalan terus. Pelaku perubahan mempunyai peran sebagai community worker yang harus memiliki keterampilan fasilitatif, Keterampilan edukasional, Keterampilan perwakilan, dan Keterampilan teknis. Dengan demikian agar sebuah desa bisa semakin maju dan terus berkembang, maka masyarakat harus diberdayakan dan dilibatkan dalam pembangunan desa “, Pungkas Dede mengakhiri perbincangan. **

Leave a Comment!