Beijing, PUBLIKASI – China meminta Amerika Serikat (AS) untuk mempertimbangkan pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin tentang hasil pendudukan selama 20 tahun di Afghanistan . Washington harus mempertimbangkan pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai efektivitas perang NATO di Afghanistan, menarik kesimpulannya sendiri, dan tidak mengulangi kesalahan seperti itu di masa depan.
Itu diungkapkan juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin. Wenbin menambahkan bahwa tidak ada model demokrasi universal di dunia dan menyatakan pendapat bahwa setiap negara memiliki hak untuk menemukan cara pembangunannya sendiri yang sesuai dengan kekhasan dan realitas nasional.
Ia mencatat bahwa situasi di Afghanistan, di mana Taliban merebut kekuasaan bahkan sebelum pasukan NATO memiliki kesempatan untuk sepenuhnya mengungsi dari negara itu, menunjukkan tidak efektifnya upaya “transplantasi” atau memaksakan model pemerintahan demokratis dari luar.
Wenbin mengatakan bahwa upaya semacam itu hanya menghasilkan kekacauan, ketidakstabilan, dan kegagalan untuk membentuk pemerintahan demokratis yang layak.
“Demokrasi adalah nilai yang dimiliki bersama oleh seluruh umat manusia dan bukan hak istimewa negara-negara tertentu. Tidak ada ‘pemimpin demokrasi’ di dunia. Tidak ada negara yang berhak menceramahi negara lain tentang demokrasi. Menggembar-gemborkan ‘aliansi demokrasi’ dan menghebohkan narasi ‘demokrasi versus otoritarianisme’ pada intinya menyerang orang lain yang berbeda di bawah panji demokrasi. Ini hegemoni berkedok demokrasi,” kata Wenbin seperti dikutip dari Sputnik, Jumat (3/9/2021).
Diplomat China itu lebih lanjut menyatakan harapannya bahwa AS akan merenungkan kegagalannya di Afghanistan dan menghentikan praktik menabur perselisihan dan konfrontasi di negara-negara di seluruh dunia dengan dalih memperjuangkan hak asasi manusia.
Padahal Washington sebelumnya berjanji bahwa mereka tidak akan berhenti mengejar dan membela hak asasi manusia di negara-negara asing, tetapi akan melakukannya tanpa intervensi militer, dengan menggunakan tekanan diplomatik dan ekonomi. Ristia