Jakarta, PUBLIKASI – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI periode 2019-2024 perwakilan Jawa Tengah (Jateng), Dr. Abdul Kholik, SH., M.Si., mengatakan, Jateng membutuhkan pendekatan baru pembangunan ekonomi.
Menurut senator yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komite I DPD RI ini, pembangunan ekonomi Jawa Tengah dihadapkan pada sejumlah tantangan. Antara lain, besarnya beban populasi, ketidakseimbangan antara kawasan, keterbatasan produk unggulan yang berdimensi jangka panjang (berkesinambungan), dan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang masih masih cukup tinggi.
Di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, tantangan tersebut semakin berat karena terjadi pembatasan sosial yang mengakibatkan mobilitas dan produktivitas masyarakat menurun.
Di era pandemi, lanjut pria yang pernah menjabat Tim Ahli Perancangan Undang-Undang Komite 3 DPD RI tahun 2016-2018 ini, sama halnya dengan daerah lain, pertumbuhan ekonomi Jateng sempat mengalami kontraksi sangat dalam pada angka minus (-) 5,91% pada kuartal II Tahun 2020. Perlahan, tanda ke arah pemulihan tampak dengan adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi. Tercatat sampai Kuartal ketiga Tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Jateng berada pada tren positif kisaran 2,56%.
“Pengalaman pandemi selain memberikan ujian ketahanan perekonomian, juga kesempatan untuk melihat secara komprehensif dan capaian dan problematika yang dihadapi. Outputnya dapat menjadi bahan refleksi sekaligus proyeksi ke depan untuk membangun optimisme ekonomi,” kata Abdul Kholik kepada PUBLIKASI, Kamis (3/2/2022).
Dalam rangka mengatasi kesenjangan antar kawasan, perlu diseimbangkan poros ekonomi sebagai pusat pertumbuhan.
“Selama ini hanya Semarang di kawasan Jateng Utara, ke depan perlu dibuat dua lagi poros ekonomi Jateng Selatan (Purwokerto), dan kawasan Jateng Timur (Soloraya). Dengan adanya tiga poros ekonomi, Jateng akan lebih seimbang dengan penekanan masing masing potensi kawasan,” tegasnya.
Kawasan Utara lebih dominan pengembangan industri manufaktur, sementara kawasan Timur perpaduan antara manufaktur dan agro industri. Sementara kawasan Jateng Selatan, lebih fokus mengembangkan agro industri dan pariwisata.
Sejalan dengan itu, untuk mendorong perpaduan dalam perencanaan pembangunan ekonomi, perlu diubah mekanisme Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang selama ini berbasis kawasan administratif yang lama (8 zona Musrenbang) menjadi tiga zona.
Zona Musrembang yang diusulkannya itu, yaitu kawasan Utara, Selatan dan Timur dengan penekanan potensi dan arah pengembangan kawasan masing masing. Sebab kata dia, model yang lama (8 zona) berpotensi menimbulkan dis konektivitas antar daerah yang memiliki potensi kuat untuk diintegrasikan.
Hal itu sebelumnya juga sudah disampaikan Abdul Kholik dalam forum diskusi terbatas atau Focus Group Discussion (FGD) yang membahas hasil temuan pengawasan pembangunan yang dilakukan oleh DPD RI Jateng terhadap pelaksanaan dan hasil capaian pembangunan ekonomi di provinsi setempat. FGD yang mengangkat tema “Optimisme Tahun 2022: Pendekatan Baru Membangun Ekonomi Jateng” ini berlangsung pada Kamis (27/1/2022).
Dalam forum FGD tersebut hadir sebagai narasumber dan pembahas para ekonom yang mewakili tiga kawasan yaitu Lukman Hakim, S.E., M.Si., Ph.D dari UNS Surakarta, Dr. Rahab, S.E., MSc, dari Unsoed Purwokerto, Firmansyah, S.E., M.Si., Ph.D dari UNDIP Semarang, dan Direktur Riset INDEF/Dosen FEB UI, Berly Martawardaya, S.E., M.Sc.
“Nantinya hasil FGD akan disampaikan kepada Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai saran dan masukan untuk pembangunan ekonomi Jateng ke depan,” tutur Abdul Kholik.
Ia berharap, perubahan mekanisme Musrenbang menjadi tiga zona akan semakin akseleratif dan optimisme yang berkelanjutan dapat terwujud.
Pemberian rekomendasi tersebut, ungkapnya, sejalan dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) DPD RI, terutama fungsi pengawasan dan pertimbangan anggaran dalam bidang otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah dan pengelolaan sumberdaya. abdullah karim siregar