Upaya Asean Menghadapi Terorisme di Kawasan Asia Tenggara Melalui ACCT

Oleh: M. Yazid Zidane Wasaraka

Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang

Asia Tenggara merupakan kawasan yang menempati posisi geopolitik strategis dalam dinamika politik-keamanan global. Sejumlah negara yang berada di Wilayah Asia Tenggara ini membentuk organisasi yang disebut dengan ASEAN (Association of Southeast Asian Nation).

Salah satu tujuan didirikannya organisasi itu adalah untuk mempermudah kerja sama antar negara di kawasan Asia Tenggara. Secara spesifik, organisasi ASEAN adalah sarana untuk lebih meningkatkan integrasi antar negara di kawasan Asia Tenggara.

Pasca tragedi world trade center (WTC) 11 November 2001, wilayah Asia Tenggara mampu menjadi perhatian internasional. Sebab, di wilayah ini terdapat beberapa organisasi teroris, sekaligus menjadi wilayah domisili dan operasionalnya. Hal ini ditandai dengan aksi pemboman dan penyerangan “sporadis”, seperti di Indonesia, Thailand, Filipina dan beberapa negara lainnya dalam skala yang lebih kecil.

Permasalahan terorisme yang seringkali muncul di Asia Tenggara, sebenarnya telah terjadi pada dekade 1970 sampai dengan 1990-an. Namun pada periode tersebut terorisme belum menjadi isu yang berkembang.

Pertama, pemerintah ASEAN masih didominasi dan dihadapkan pada para pemimpin otoriter dan patrimonial. Diantaranya rezim Soeharto di Indonesia, rezim Lee Kuan Yew di Singapura, Mahathir Mohamad di Malaysia, Thaksin Shinawatra di Thailand dan beberapa rezim lainnya yang berhasil mengendalikan situasi politik-keamanan.

Kedua, kelompok jaringan teroris gagal membangun jaringan di Asia Tenggara. Di masa itu, serang-serangan dan operasionalisasi yang impresif dapat dipatahkan oleh aparat keamanan negara ASEAN.

Dalam perkembangannya, organisasi regional negara-negara Asia Tenggara ini berupaya bekerja sama untuk mengatasi terorisme melalui berbagai kemitraan keamanan, baik pra dan pasca-terorisme. Dalam hal ini beberapa asosiasi yang didirikan ASEAN ini gagal dalam memerangi terorisme.

Lantaran dinilai masih kurang efektif dalam pelaksanaannya, mendorong pemimpin ASEAN untuk membentuk kerja sama “baru”. Kerja sama ini kemudian diwujudkan dalam bentuk konvensi Anti-Terorisme yang dikenal dengan ASEAN Convention on Counter Terrorism atau ACCT.

Konvensi ini dibentuk karena keresahan negara-negara di Asia Tenggara terkait isu terorisme yang mulai berkembang di kawasan tersebut. Pembentukan ACCT juga untuk menyelaraskan atau mengharmonisasikan antar negara-negara ASEAN.

Selain itu ini juga menjadi salah satu upaya ASEAN untuk memberantas masalah terorisme yang terjadi di Asia Tenggara. Keberadaan ACCT dinilai dapat memenuhi keinginan ASEAN untuk memerangi terorisme karena memberikan perhatian khusus pada masalah ini dan memiliki sistem yang jelas untuk menanganinya.

Implementasi dari konvensi ACCT ini lebih kepada pertukaran informasi intelijen hingga peningkatan kapasitas penegak hukum melalui serangkaian pelatihan-pelatihan teknis.

Dengan pertukaran informasi tersebut, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, dapat mengetahui tempat-tempat dimana para terorisme menetap, dan dimana akan melaksanakan aksinya.

Negara-negara ASEAN saling berbagi informasi terkait pergerakan teroris sehingga pencegahan terhadap tindak terorisme oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dapat dilakukan dengan baik. Hasilnya,  aksi terorisme di berbagai negara ASEAN dapat dicegah dan diberantas.

AMMTC (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime) dan SOMTC (Senior Official Meetingon Transnational Crime) adalah bentuk dari fasilitas forum yang disediakan  ASEAN dan sebagai bentuk dari penerapan konvensi ACCT pada tingkat regional untuk saling bertukar informasi tentang anti-terorisme.

Selanjutnya AMMTC dan SOMTC membentuk forum diskusi untuk perwakilan Negara Anggota atau lembaga penegak hukum nasional yang disebut dengan Working Group Discussion Counter-Terrorism  (WG-CT).

 

Leave a Comment!