Jakarta, PUBLIKASI – Konflik Ukraina dan Rusia tak kunjung usai, harga minyak dunia terus menguat di perdagangan Senin (18/4) pagi.
Harga minyak mentah Brent naik US$1,5 atau 1,3 persen ke US$113,2 per barel. Penguatan juga terjadi pada harga minyak berjangka West Texas Intermediate sebesar 98 sen atau 0,9 peren ke US$107,93 per barel.
Jelang libur Paskah, kedua kontak berjangka naik lebih dari 2,5 persen pada Kamis lalu menyusul kabar Uni Eropa bakal melarang impor minyak Rusia.
Pekan lalu, Uni Eropa mengungkapkan tengah menyusul proposal untuk melarang impor minyak Rusia. Namun, sejumlah diplomat mengungkapkan Jerman tidak mendukung rencana embargo seketika itu.
Pernyataan itu dilontarkan sebelum situasi Ukraina memanas pada akhir pekan lalu. Dalam hal ini pasukan Ukraina di Mariupol menolak ultimatum Rusia untuk menyerahkan senjata pada Minggu kemarin.
Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan sekitar 3 juta barel per hari (bph) minyak mentah Rusia dapat menghilang dari pasar pada Mei mendatang. Hal itu disebabkan oleh sanksi Barat atau pembeli yang sengaja menghindari kargo Rusia.
Kantor berita Interfax melaporkan, hingga pertengahan April lalu, produksi minyak Rusia merosot 7,5 persen dibandingkan Maret.
“Pasar minyak kemungkinan akan tetap di tren menanjak (bullish) pekan ini dengan tambahan pasokan terbatas dari produsen minyak utama untuk mengimbangi berkurangnya aliran dari Rusia,” ujar Kepala Analis Fujitomi Securities Co Ltd Kazuhiko Saito.
Sementara itu, Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+), termasuk Rusia, menolak tekanan negara Barat untuk mempercepat peningkatan produksi.
Laporan OPEC pekan lalu menunjukkan produksi naik 57 ribu bph ke 28,56 juta bph pada Maret lalu. Kenaikan di bawah kuota kesepakatan OPEC+ sebesar 253 ribu bph.
Harga juga mendapatkan dorongan dari Libya. Pasalnya, produksi dari lapangan minyak El Feel terganggu pada Minggu kemarin. Dua sumber Reuters dari pelabuhan minyak Zueitina mengungkapkan ekspor di sana ditangguhkan karena aksi protes untuk mendesak Perdana Menteri Abdulhamid al Dbeibah mundur. *Arya