Strategi Kementerian ATR/BPN dalam Menangani Persoalan Pertanahan di Daerah

Jakarta, PUBLIKASI – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengikuti Rapat Kerja bersama Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Selasa (21/09/2021) di Ruang Rapat Sriwijaya, Gedung DPD RI.

Adapun bahasan utama pada pertemuan kali ini terkait dengan permasalahan tata ruang dan agraria di daerah.

Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil mengatakan, persoalan tata ruang dan agraria memang telah menjadi fokus pemerintah. Ia menambahkan, berbagai kebijakan telah dibuat oleh pemerintah, baik
Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam menyelesaikan persoalan pertanahan agar penataan aset lebih tertata dan kepemilikan tanah menjadi lebih berkeadilan.

“Selama ini ada hambatan berupa regulasi. Namun, dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) telah membuka yang terkunci, beberapa kebijakan yang tumpang tindih,” ujar Sofyan A. Djalil.

Terkait Reforma Agraria, Sofyan A. Djalil menjelaskan esensinya adalah melakukan penataan aset yang berkeadilan serta penataan akses berupa pemberdayaan tanah sehingga menghasilkan manfaat kepada masyarakat.

“Kita tak hanya memberikan hak atas tanah namun juga memberikan pendampingan sehingga tanah yang diberikan menjadi lebih optimum yang bertujuan sebagai kemakmuran rakyat,” jelas Menteri ATR/Kepala BPN.

Terkait Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kementerian ATR/BPN tahun 2015-2019 dan 2020-2024, Sofyan A. Djalil mengatakan Kementerian yang dipimpinnya telah mencapai target beberapa program strategis

Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) melampaui target awal 3,9 juta hektare bidang tanah dengan capaian sebesar 6,88 juta hektare atau setara dengan 176,41% capaian.

Sama halnya dengan redistribusi tanah, capaian yang dilakukan Kementerian ATR/BPN dalam hal redistribusi tanah eks HGU, tanah telantar dan tanah negara lainnya mencapai 256,72%.

“Terkait penataan aset tanah transmigrasi dan redistribusi tanah melalui pelepasan kawasan hutan sudah beberapa dicapai. Banyak tanah transmigran yang dahulu belum mendapat sertipikat tanah, namun statusnya kawasan hutan yang belum dilepaskan hanya sudah menjadi pemukiman. Ini sudah masuk kewenangan KLHK, semoga dengan adanya UUCK bisa berjalan lebih lancar,” terangnya.

Lebih lanjut, Sofyan A. Djalil terus mendorong peran Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sebagai upaya menyukseskan kebijakan Reforma Agraria dan penyelesaian permasalahan pertanahan di daerah.

“GTRA itu sifatnya kelembagaan, dari GTRA Pusat dengan Menteri ATR/Kepala BPN sebagai ketua GTRA Pusat, menuju ke GTRA Provinsi dengan Gubernur sebagai Ketua dan GTRA Kabupaten/Kota dengan Bupati/Wali Kota sebagai Ketua,” ujarnya.

Sebagai kesimpulan, Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi meminta Kementerian ATR/BPN untuk mengoptimalkan penyelesaian konflik pertanahan dengan memperhatikan tanah ulayat dan tanah masyarakat. T

Tak hanya itu, Komite I DPD RI juga mengimbau agar Kementerian ATR/BPN dapat mengoptimalkan peran GTRA agar penyelesaian persoalan pertanahan di daerah dapat berjalan dengan baik serta melakukan evaluasi HGU, HGB dan HPL yang tumpang tindih.

Turut hadir dalam Rapat Kerja ini, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra; Direktur Jenderal Penataan Agraria, Andi Tenrisau; Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, R.B Agus Widjayanto dan seluruh anggota Komite I DPD RI.( */Rahmat)

Leave a Comment!