Jakarta, PUBLIKASI – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, MPR memiliki peran sentral dalam proses berbangsa dan bernegara. Banyak catatan sejarah perjalanan bangsa dari MPR selama 76 tahun.
Pernyataan itu disampaikan Bamsoet, terkait momen hari lahirnya MPR RI yang sedianya diperingati setiap tanggal 29 Agustus.
Namun pelaksanaan peringatan Hari Ulang Tahun ke-76 MPR RI sudah digelar secara bersamaan dengan Hari Konstitusi, pada Rabu, 18 Agustus 2021 lalu, lantaran lonjakan kasus Covid-19 masih cukup tinggi di Indonesia.
“Amandemen UUD Tahun 1945 yang dilakukan di awal Era Reformasi membuat MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi,” tutur Bamsoet, Ahad (29/8), kemarin.
Kedepan, lanjutnya, MPR memiliki banyak pekerjaan yang perlu dilakukan. Sementara saat ini, MPR tengah giat-giatnya melaksanakan Sosialisasi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara dan Ketetapan MPR, NKRI sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
Sosialisasi yang populer dengan sebutan Empat Pilar MPR itu, kata dia, ditujukan kepada seluruh elemen bangsa, dari Sabang sampai Merauke dan dari Talaud hingga Rote.
“Dari sosialisasi inilah yang membuat MPR dekat dan di tengah rakyat,” tegasnya.
Bamsoet mengungkapkan, sosialisasi disampaikan dengan berbagai metode dan cara agar materi tersebut tepat sasaran. Diantaranya, lewat pagelaran wayang kulit dan berbagai kebudayaan lainnya.
Metode sosialisasi seperti itu, menurutnya, sekaligus membuat MPR menjalankan fungsi kebangsaan tanpa memandang suku, agama, ras, antargolongan, dan politik.
“MPR mengemban visi sebagai rumah kebangsaan, pengawal ideologi Pancasila dan kedaulatan rakyat. Dari sinilah segala langkah yang dilakukan oleh MPR untuk bangsa dan negara tanpa memandang latar belakang seseorang,” tegasnya.
Ia juga menyatakan bahwa sikap kebangsaan MPR tercermin dalam komposisi pimpinan MPR. Pimpinan MPR yang ada, berasal dari semua partai politik yang lolos parliamentary threshold, ditambah dengan Kelompok DPD.
Setiap mengambil keputusan kita menggunakan musyawarah mufakat. Bagi MPR kepentingan bangsa diutamakan daripada kepentingan politik dan golongan.
Meski demikian, lanjut Bamsoet, pengambilan kebijakan melalui musyawarah tetap terjadi dinamika. Hal ini menunjukan ada ruang-ruang terbuka untuk menyampaikan pandangan dan gagasan.
Ia mencontohkan, dinamika yang terjadi saat ini, yakni adanya keinginan untuk menghidupkan kembali rancangan pembangunan model Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Model pembangunan yang sekarang disebut pokok-pokok haluan negara (PPHN) itu sedang dibahas di MPR.
Untuk membahas PPHN, ungkap Bamsoet, MPR menjaring berbagai masukan dan aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat.
“Pimpinan rutin mendatangi perguruan tinggi di berbagai kota untuk meminta masukan dari kalangan akademisi terkait landasan pembangunan bangsa Indonesia untuk 25 hingga 50 tahun ke depan,” jelasnya.
Dalam PPHN, ia mengakui dinamika yang ada di MPR sangat dinamis, apalagi ada keinginan amandemen untuk memasukkan PPHN dalam UUD. Hal ini, kata Bamsoet, menunjukan bahwa bangsa Indonesia memiliki beragam pikiran dan pendapat.
“Setiap pendapat bagi MPR harus kita hargai sebab negara ini berdasarkan demokrasi,” tegasnya.
Disisi lain, ia mengakui bahwa MPR di masa kepemimpinannya terdampak pandemi Covid-19. Meski demikian, ungkap Bamsoet, derap, dinamika, dan kerja di MPR terus berjalan.
“Selama pandemi Covid-19 kita tetap melaksanakan tugas-tugas MPR. Tugas yang ada dilakukan secara daring dan luring. Kita setiap hari mengadakan Sosialisasi Empat Pilar dengan daring dengan berbagai komponen bangsa. Bila kita mengadakan pertemuan secara tatap muka, kita menerapkan sistem protokol kesehatan yang ketat,” kata dia. AKS