Jakarta, PUBLIKASI – Bank Rakyat Indonesia (BRI) terbukti menjadi induk bagi ekosistem bisnis usaha kecil. Bersama PT Pegadaian dan
PT Permodalan Nasional Madani atau PNM, BRI terus memberdayakan segmen ultra mikro (UMi) maupun usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) Indonesia. Lebih dari 35 juta nasabah yang sebelumnya unbankable, kini menjadi berkembang.
Sebagai bank yang fokus mengembangkan bisnis usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia melalui pembinaan dan pemberdayaan, BRI diantaranya secara berkelanjutan menyediakan wadah bagi pelaku UMKM binaannya untuk menampilkan produk terbaiknya dan merepresentasikan usaha masing-masing agat naik kelas.
Pada akhirnya, merambah pasar global, termasuk belahan Eropa, Amerika dan Asia bukan lagi hal yang tidak mungkin bagi pelaku UMKM. Meski bertumpu pada sumber daya lokal, pemberdayaan komunitas lokal, pemberdayaan perempuan, pelestarian budaya lokal hingga kepedulian lingkungan, tidak sedikit diantara UMKM sudah menapak produknya di negara Italia, Inggris, Rusia, Amerika Serikat, Kuwait, Turki, Australia, Jepang, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Tentu termasuk kota-kota besar di seluruh Indonesia.
Sebut saja brand Hexagon, Lacedream Macrame, Boolao, Batik Bocah, Damdam Ceramic, Jinjit Pottery, dan Gentanala. Semuanya merupakan sedikit diantara lima ratusan UMKM binaan BRI yang memiliki produk andalan, kekhasan, dan keunggulan masing-masing serta memenuhi standar global.
Hexagon, UMKM yang didirikan perempuan bernama Zara Tentriabeng ini memproduksi beragam perhiasan cantik, seperti kalung, gelang, dan anting. Setiap produk Hexagon selalu memanfaatkan bahan daur ulang dipadukan dengan teknologi modern. Diantaranya, polymer clay, potongan laser kayu, akrilik, plastik daur ulang, dan make up daur ulang sebagai pewarnanya.
Dikisahkan Zara, Hexagon yang berlokasi di Jakarta Selatan ini, dirintis sejak 2014, dengan tagline “Turn Waste Into Love”. Sembari memproduksi beragam accessories kecantikan, Hexagon sekaligus turut mengurangi sampah.
“Ketika itu saya keluar dari pekerjaan tetap, dan membuat perusahaan ini. Pertama kali kita memakai kayu yang direcycle hingga kemudian merambah dengan bereksperimen membuat produk menggunakan bahan bahan unik lainya,” kata Zara kepada Abdullah Karim S dari koranpublikasi.com, pada Sabtu (2/12/2023).
Pola yang berbentuk geometris dan simetris, lanjut Zara, menjadi ciri khas atau tema andalan koleksi Hexagon. Alasannya sesuai dengan “Hexagon” yang artinya bersegi enam.
“Hexagon juga sesuai dengan kepribadian saya yang tegas dan ketus,” tutur perempuan kelahiran September 1981 ini.
Proses produksinya sendiri melibatkan pihak lain sebagai komitmen memberdayakan masyarakat. Misalnya, untuk perhiasan berbahan kayu dan recycle plastic terlebih dulu didesain di studio Hexagon. Selanjutnya di order ke vendor lain untuk memotong atau peleburan plastiknya.
Selanjutnya untuk pewarnaan polymer clay dikerjakan Hexagon dengan memakai warna dari make up yang sudah kadaluarsa. Make up dicampurkan ke raw clay lalu dibentuk dan dibakar, hingga akhirnya dilapisi agar warnanya tidak pudar.
Untuk penjualan dilakukan secara online dan offline. Namun sejak berkenalan dengan BRI, bentuk pemasarannya lebih luas. Hexagon kerap mengikuti bazar dan showcase di dalam maupun luar negri. Termasuk hadir di platform Pasar Digital Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PaDi UMKM).
PaDi UMKM sendiri merupakan sebuah platform digital yang mempertemukan UMKM dengan badan usaha milik negara (BUMN) guna mengoptimalkan, mempercepat dan mendorong efisiensi transaksi belanja BUMN pada UMKM. Termasuk memperluas dan mempermudah UMKM mendapatkan akses pembiayaan. Dan, BRI satu dari sembilan BUMN yang terlibat dalam pengembangan PaDi UMKM ini.
Asal mula hingga Hexagon menjadi binaan BRI, kata Zara, berawal saat dirinya diajak untuk ikut serta di “UMKMExpo’rt Brilianpreneur“. Ajang yang diselenggarakan BRI sebagai sarana business matching antara UMKM Indonesia dengan konsumen luar negeri. Harapannya, program ini mampu menumbuhkembangkan pelaku UMKM dan meningkatkan ekspor nasional.
Pameran yang pernah diikuti Hexagon lainnya diantaranya BRILianpreneur 2020, 2021 dan 2022, Inacraft 2023, Disparekraf Inacraft 2023, ppukm ISEA, Melbourne.
“Kami ikut Brilianpreneur dari tahun 2020 mewakili BRI Jakarta selatan,” ungkapnya.
Diakuinya, saat menjadi binaan BRI, penjualan Hexagon jauh meningkat dibanding tahun sebelumnya. Ini menurut Zara karena BRI memfasilitasi pihaknya mengikuti pameran dan juga menghubungkan dengan buyer dalam dan luar negeri.
Pada akhirnya, pasar Hexagon kini merambah Australia, Italia, Inggris dan Rusia. Tentunya, kota-kota di Indonesia. Sedangkan target produk Hexagon adalah usia 25 sampai 80 tahun, kelas menengah ke atas.
“Semoga kami bisa difasilitasi untuk pameran ke luar negeri yang cocok dengan brand produk kami, seperti di Milan Design Week, Italia. Ini karena produk kami sangat laku dan diminati di sana,” pungkas Zara menyampaikan harapannya. Abdullah Karim Siregar
UMKM Pemberdaya Perempuan
Ada lagi brand Lacedream Macrame yang didirikan Fitri Aprilia, pada tahun 2019 lalu. UMKM yang juga binaan BRI ini memproduksi beragam Home Decor and Craft. Antara lain, sandal, hiasan dinding, cermin, tas, aksesoris, kursi, bantal, dan banyak produk lainnya.
Based Lacedream yang mulai berkembang saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020 ini, berada di Depok, Jawa Barat.
Ide munculnya Lacedream sendiri berawal saat Fitri menempati rumah barunya dan membuat hiasan dinding berupa “makrame”. Seni yang menyatukan simpul yang terdiri atas beberapa tali atau benang untuk membuat sebuah karya tangan.
“Saat pandemi Covid-19 itu, suami saya putus kerja. Kemudian founder melihat ada peluang besar dari usaha ini sehingga mulai fokus berjualan hiasan dinding tersebut,” kisah perempuan kelahiran April 1991 ini kepada Abdullah Karim S dari koranpublikasi.com.
Seiring waktu berjalan, usahanya ini mendapat hati konsumen lantaran memiliki ciri khas yang kuat. Ciri khas yang utama adalah sebagai pelopor sandal makrame pertama di Indonesia. Kemudian pelopor tenun makrame pertama yang disempurnakan dengan penggunaan warna-warna earth tone.
Warna-warna dengan nuansa keindahan elemen alam seperti batu, hutan, laut, dan tanah ini kerap menjadi warna yang digunakan Lacedream. Berbagai warna yang awalnya jarang digunakan tersebut, justru juga menjadi pembeda produk Lacedream Macrame dari yang lain.
Selain memiliki ciri khas sendiri, Lacedream memiliki motto pemberdayaan perempuan, yakni: “uniting home decor enthusiasts through macrame since 2019. Women Empowerment by macrame piece at a time”.
Motto tersebut sejalan dengan proses produksi yang dilakukan, yakni 100 persen dilakukan oleh pengrajin, khususnya perempuan. Mulai dari pemilihan material tali katun, kayu, proses pengaplikasian desain, hingga ke tahap finishing.
Memang sejak berdiri, harapan utamanya adalah bisa memberdayakan perempuan. Saat ini Lacedream sudah merangkul beberapa pengrajin lokal dari berbagai daerah seperti Bantul, Bali, dan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).
Begitupun dengan pemilihan nama Lacedream Macrame yang tidak disengaja Fitri sebagai founder, saat melihat sebuah produk bernama dream catcher.
“Di produk tersebut terdapat renda yang menjuntai, dalam benak saya saat itu terbesit bahwa seharusnya dari renda ini juga ada mimpi besar. Mimpi-mimpi dimana usaha ini bisa terus maju, berkembang dan memberi manfaat bagi sesama,” kenangnya.
Dari sisi pemasaran, Lacedream, awalnya hanya memanfaatkan sejumlah e-commerce dan marketplace online. Namun sejak menjadi binaan BRI, Lacedream konsisten mengikuti setiap pameran yang diselenggarakan oleh sejumlah BUMN, utamanya BRI setelah menjadi binaan Bank BUMN ini.
Lacedream, lanjut Fitri, menjadi binaan BRI Cabang Depok, Jawa Barat sejak 2019. Menjadi binaan BRI diakuinya, banyak mendatangkan manfaat dan kemudahan bagi Lacedream selaku UMKM. Diantaranya, BRI banyak memberikan kesempatan dan ruang, mulai dari pameran, pelatihan, pemasaran, promosi, modal bahkan kesempatan bertemu dengan buyer. Kesempatan yang tentu sangat membantu dan berharga.
Selain fokus mentargetkan market di beberapa kota besar di seluruh Indonesia, Lacedream juga mulai merambah pasar internasional, seperti: Malaysia, Singapura, Australia, dan Kuwait.
Berkat kesempatan yang diberikan BRI tersebut, penjualan Lacedream rata rata meningkat hingga 60 persen. Rata-rata penghasilan setiap bulan mencapai 1 hingga 50 juta.
Termasuk dari sisi jumlah karyawan juga turut menambah lapangan kerja bagi masyarakat. Ketika di 2019 hanya dijalankan satu orang pekerja, yakni founder sendiri, tetapi tahun 2023 ini Lacedream sudah memiliki 15-20 perempuan pengrajin.
Harapan Fitri selanjutnya, Lacedream dapat terus menjadi binaan Bank BRI. Kemudian dibukakan jalan bisa mengikuti ajang pameran internasional, memperluas pangsa pasar luar negeri, dapat melakukan ekspor dalam jumlah yang lebih besar, dan bisa memperluas market lokal dengan hadir di berbagai market offline.
“Sebagai penyumbang PDB terbesar, kami berharap pemerintah terus mendukung para UMKM dengan menghadirkan program-program menarik dan memberikan banyak kesempatan dan ruang untuk kami terus berkarya di Indonesia sampai ke kancah internasional,” pungkasnya.
Pelestari Budaya Lokal
Pengalaman serupa juga dirasakan brand “BOOLAO” yang bergerak dibidang fashion, berupa koleksi kriya tekstil dan ready to wear. Koleksi kriya tekstil Boolao, menggabungkan beragam teknik pengolahan wastra Nusantara, mulai dari sasirangan, jumputan hingga batik dalam berbagai jenis bahan, seperti tenun katun hingga sutra.
Produk turunan atau lanjutannya berupa ready to wear dan beragam aksesoris pendukung, dibuat dengan menggunakan sisa sisa hasil produksi koleksi sebelumnya. Koleksi lanjutan ini tentu tetap dikerjakan dengan kombinasi sempurna hingga bisa dipadankan dalam berbagai gaya.
Tidak kalah pentingnya adalah menciptakan ekosistem, mulai dari alur produksi sampai desain. Setiap pemilihan bahan, desain, teknik hingga pembuatan koleksi dipikirkan secara seksama, agar tidak ada yang terbuang. Cara ini disebut sebagai konsep berkelanjutan proses produksi.
Hasilnya, koleksi Boolao telah sukses ditampilkan pada ajang terkemuka New York Fashion Week. Termasuk di sejumlah store terkemuka, seperti Sarinah, Indonesia hingga Honolulu Museum Of Art atau HoMA (Amerika Serikat).
Lahirnya brand Boolao bermula dari kecintaan Asep Rohman, Founder, Owner sekaligus Creative Director Boolao, terhadap beragam kerajinan, khususnya wastra Nusantara. Eksplorasi kemudian menjadi hal awal yang dilakukan hingga membuat Boolao tumbuh.
Boolao tak sekedar mencari keuntungan sejak didirikan, tetapi menjadi wadah berkreasi, baik bagi pendiri maupun warga sekitar Kampung Sayang, Desa Rancatungku, Pameungpeuk, Bandung, Jawa Barat–lokasi Boolao Studio berada. Bersama para perajin dari Bandung, Boolao mendesain, menganyam, dan mewarnai koleksi buatan tangan menjadi karya seni.
“Boolao memulai eksplorasi dari tahun 2015. Selama tiga tahun kami mempelajari bagaimana keunikan ragam wastra Indonesia, hingga akhirnya launching produk pertama di tahun 2018. Bersama kelompok komunitas wanita Kampung Sayang, Boolao menciptakan karya yang terinspirasi dari beragam motif filosofis Indonesia,” kata Asep kepada Abdullah Karim S dari koranpublikasi.com.
Sesuai taglinenya, “Acculturation Between Tradition”, koleksi busana Boolao adalah kombinasi dari beragam jenis warna biru yang diinspirasi oleh budaya Indonesia. Ini sekaligus upaya Bollai untuk menghidupkan kembali aneka ragam corak, teknik, dan motif tradisional Indonesia.
“Setiap koleksi dikombinasikan dengan pewarnaan alami indigo yang menghasilkan warna biru, menggabungkan beragam teknik khas pengolahan wastra Nusantara. Dengan tema ini, Boolao ingin mengangkat kembali motif motif yang sudah hampir punah dan me-redesignnya sesuai dengan trend forecasting,” terangnya.
Ciri khas tema produk itu sesuai dengan brad “BOOLAO“. Boolao dalam bahasa Sunda, memiliki arti warna biru. Biru sendiri bermakna baik, sesuatu yang luas atau terbuka, imajinatif dan inspiratif, yang biasa dikaitkan dengan laut atau langit.
“Kami memilih tema tersebut karena Indonesia sendiri merupakan inspirasi berdirinya Boolao. Kami merasa penting untuk mengangkat budaya lokal, mendesainnya kembali menjadi sesuatu yang kontemporer, acculturation between tradition,” jelas pria kelahiran Desember 1996 ini.
Dalam proses produksi, lanjut lulusan Fashion Course at Islamic fashion Institute (IFI) Bandung ini, tim Boolao selalu ingin memanfaatkan setiap hal kecil yang akan berdampak besar.
Asep percaya, untuk melakukan hal besar dilakukan dengan bekerja sama dan berkolaborasi dengan memberdayakan komunitas perempuan di Kampung Sayang. Ini sekaligus sebagai cara menciptakan lapangan kerja baru bagi warga setempat yang sebelumnya diberikan pelatihan.
Hal unik juga dilakukan Boolao dalam hal pemasaran. Salah satunya menceritakan dan menyampaikan apa yang dilakukan Boolao tersebut melalui sejumlah platform media sosial. Ketika masyarakat mengerti apa yang dibuat Boolao, maka akan tercipta rasa menghargai pada suatu produk, hingga goals’nya adalah rasa ingin memiliki.
Selain itu Boolao juga melakukan pemasaran secara offline maupun online, baik di dalam maupun luar negeri. Pasar dalam negeri mencangkup hampir semua kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota lainnya. Sementara pasar luar negeri, Boolao telah mengadakan sejumlah pameran untuk menarik buyer, seperti di Amerika, Jepang, Turkiye, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Produk atau koleksi yang dibuat disesuaikan dengan target pasar. Setidaknya ada dua kalangan yang menjadi sasaran. Pertama, menyasar Generasi atau Gen Z dan Milenial dengan harga yang affordable (terjangkau). Pasar kedua adalah kalangan usia 35 hingga 60 tahun dengan produk premium one of a kind dengan teknik khas.
Perubahan menuju yang jauh lebih baik itu dialami Boolaosetelah menjadi binaan BRI sejak 2021. Pasalnya, Boolaomendapat beragam pendampingan. Mulai dari pelatihan ekspor, financial, promosi hingga diikutsertakan dalam sejumlah pameran. Termasuk permodalan untuk peningkatan kapasitas dan kualitas produksi.
Sebelumnya, kata dia, Boolao hanya mengandalkan sosial media. Dengan menjadi binaan BRI, usahanya semakin maju hingga akhirnya memiliki showroom, Melalui beragam pelatihan yang diberikan, demand terus meningkat, kapasitas produksi meningkat yang dapat melibatkan lebih banyak orang, lebih banyak ide, dan tentunya membuka kesempatan baik masyarakat sekitar ataupun lebih luas.
“Perkenal kami dengan BRI berawal sejak 2021. Saat itu, kami memilih BRI untuk beragam jenis transaksi dengan customer Boolao, salah satunya QRIS BRI,” terangnya.
Di sisi lain, Asep berkomitmen bahwa keberadaan Boolaotidak hanya menjadi sebuah bisnis yang menjual produk, fokus terhadap nilai penghasilan, namun lebih dari itu Boolaoingin menjadi wadah berkreasi bagi setiap orang yang terlibat. Abdullah Karim Siregar