Jakarta, PUBLIKASI — Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soediman Hibnu Nugroho menilai tuntutan hukuman mati untuk mantan Kapolda Sumatra Barat Teddy Minahasa dalam kasus peredaran narkotika sudah tepat.
Ia pun berharap tuntutan mati itu dapat memunculkan efek jera, khususnya di kalangan aparat penegak hukum agar tak lagi main-main dengan urusan narkotika.
“Dari kacamata hukum, mudah-mudahan hukuman mati akan memunculkan efek jera bagi para calon pelaku lainnya, agar tidak main-main dengan narkoba. Apalagi jika mereka aparat penegak hukum,” ujar Hibnu dalam keterangannya, Jumat (31/3).
Hibnu sependapat dengan jaksa penuntut umum (JPU) yang menilai perbuatan Teddy telah mencoreng citra Polri. Apalagi, kata dia, Teddy merupakan seorang perwira tinggi yang mestinya jadi teladan.
“Teddy tidak bisa memberikan keteladanan terhadap polisi yang lain. Dia perwira tinggi lagi,” ucap dia.
Selain itu, menurut Hibnu, Teddy juga menyangkal perbuatannya sehingga menghambat jalannya persidangan.
Diberitakan, Teddy Minahasa, terdakwa perkara peredaran narkoba, dituntut pidana mati. Ia dinilai terbukti tidak berhak dan tidak berwenang mengedarkan 5 kilogram sabu dari Sumatera Barat ke Jakarta.
JPU meminta majelis hakim mengadili Teddy melakukan tindak pidana yang diatur Pasal 114 Ayat (2) Undang-undang 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kejaksaan Agung menyebut JPU menuntut hukuman mati atas Teddy lantaran dianggap berperan sebagai pelaku utama. Karenanya, hukuman yang dituntut mesti lebih berat ketimbang terdakwa lain dalam kasus narkoba ini.
“Salah satu pertimbangan Jaksa Penuntut Umum, yaitu terdakwa adalah pelaku intelektual (intelectual dader) atau pelaku utama dari seluruh perkara yang ditangani di Kejaksaan sehingga hukumannya harus lebih berat daripada terdakwa lainnya,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Kamis (30/3). *Arya