Jakarta, PUBLIKASI — Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggugat penetapan tersangka oleh KPK atas kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Lukas mendaftarkan Praperadilan pada Rabu, 29 Maret 2023.
Lukas menggugat pimpinan KPK atas sah atau tidaknya penetapan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Gugatan telah teregister dengan nomor perkara: 29/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL.
“Pemohon: Lukas Enembe. Termohon: Komisi Pemberantasan Korupsi cq Pimpinan KPK,” sebagaimana dilansir dari laman SIPP PN Jakarta Selatan, Jumat (31/3).
Berikut petitum lengkap yang diajukan oleh Lukas.
1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
3. Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon dengan berdasar pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat;
4. Menyatakan Surat Penahanan Nomor: Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023, dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023 yang dilaksanakan oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam penetapan status tersangka terhadap pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B UU Tipikor adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penahanan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat dan harus dinyatakan tidak sah;
5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan dan penyidikan terhadap diri pemohon oleh termohon;
6. Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan perintah penahanan dengan penempatan pemohon pada Rumah/Rumah Sakit dan atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya;
7. Menetapkan dan memerintahkan pemohon untuk dikeluarkan dari tahanan.
8. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
9. Menetapkan biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo dibebankan pada negara.
10. Atau apabila hakim Yang Mulia berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono).
Lukas diproses hukum KPK atas kasus dugaan suap dan gratifikasi. Dia diduga menerima suap Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka.
Suap itu disinyalir berkaitan dengan proyek infrastruktur di Dinas PUTR Pemprov Papua.
KPK menduga Lukas juga menerima gratifikasi senilai Rp10 miliar. Namun, lembaga antirasuah belum mengungkap pihak-pihak pemberi gratifikasi tersebut.
Lebih dari 90 saksi termasuk ahli digital forensik, ahli akunting forensik hingga ahli dari kesehatan telah diperiksa untuk melengkapi berkas perkara dugaan suap dan gratifikasi Lukas.
Dalam proses penyidikan ini pula KPK telah menyita uang sekitar Rp50,7 miliar serta membekukan rekening Rp81,8 miliar dan Sin$31.559.
Selain itu, KPK juga telah menyita emas batangan, beberapa cincin batu mulia dan empat unit mobil diduga berkaitan dengan perkara.
Beberapa waktu lalu, KPK mengaku bakal mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang disinyalir dilakukan oleh Lukas. *Arya