Jakarta, PUBLIKASI – Pemerintah transfer dana sebesar Rp1,79 triliun kepada PT Pos Indonesia (Persero) per 6 September 2022. Dana tersebut akan disalurkan untuk BLT BBM kepada keluarga miskin.
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial (Kemensos) Harry Hikmat mengatakan hingga 9 September 2022, dari total 20,6 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang berhak, data yang sudah terverifikasi mencapai 89,44 persen atau 18,46 juta KPM. Adapun sisinya masih tahap persiapan.
“Yang sudah standing instruction (SI/instruksi pembayaran berjangka) sudah 89,44 persen, sudah perintah untuk dibayarkan,” kata dia dalam acara diskusi publik ‘Kebijakan Pemerintah Pasca Kenaikan Harga BBM pada Sektor Perlindungan Sosial dan Ketenagakerjaan’ bersama Ombudsman RI, Kamis (8/9).
Kemensos menyalurkan BLT BBM sejak akhir Agustus lalu. Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan penyaluran bansos via Pos itu dilakukan dalam dua tahap.
Total BLT BBM mencapai Rp600 ribu per orang dan dibayarkan pada tahap pertama September ini sebesar Rp300 ribu. Sedangkan, Rp300 ribu sisanya dibayarkan pada Desember 2022 mendatang.
“Kami berikan dua kali, jadi nanti di September akan menerima Rp300 ribu, dan di Desember juga sama (Rp300 ribu),” kata Risma dalam rekamannya.
Pemerintah menyalurkan BLT ini untuk menyikapi harga-harga yang melambung imbas kenaikan harga BBM. Adapun total dana untuk bansos ini mencapai Rp12,4 triliun.
Selain BLT BBM, pemerintah juga menyalurkan bantuan subsidi upah (BSU) untuk para pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta atau setara UMP di daerah masing-masing. BSU diberikan sebesar Rp600 ribu.
Tidak hanya itu, pemerintah pusat juga memberi kewenangan pada pemerintah daerah (pemda) untuk menggunakan 2 persen dari dana transfer umum, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp2,17 triliun sebagai subsidi transportasi umum, seperti ojek.
Terkait subsidi ini, Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng pesimis pemda akan menggunakan 2 persen dari dana transfer umum untuk subsidi. Oleh karena itu perlu pengawasan khusus terkait hal ini.
“Dana mungkin ada, pemerintah pusat menyiapkan, bahkan kemudian ketika laporan realisasi itu harus mencantumkan. Tetapi apakah benar pemerintah daerah melaksanakan ini? Sekitar 20 tahun kami bergelut dengan isu ini, ini tidak gampang,” ujarnya.
Robert menyebut sosialisasi dan koordinasi harus lebih diketatkan oleh pemerintah pusat kepada pemda terkait alokasi dana tersebut.
“Sehingga 2 persen (dari dana transfer umum) ini atau sebanyak Rp2,17 triliun itu sungguh bisa dirasakan oleh mereka yang menjadi kelompok sasaran atau penerima manfaat. Apakah angkutan umum, nelayan, dan berbagai nama kelompok-kelompok lainnya,” tandasnya. *Arya