Jakarta, PUBLIKASI – Berbagai isu keselamatan jiwa manusia dan perlindungan lingkungan mengenai penutuhan kapal telah menjadi perhatian dunia internasional sejak tahun 2000. Organisasi Maritim Internasional telah berupaya mengembangkan suatu instrumen baru mengenai penutuhan kapal yang mengikat secara hukum (legally-binding) dan berlaku internasional (globally applicable) bagi pelayaran dan fasilitas penutuhan kapal untuk memastikan proses penutuhan kapal berlangsung aman dan berwawasan lingkungan.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan telah menerbitkan berbagai peraturan dan kebijakan yang mengatur tentang pencegahan pencemaran lingkungan maritim, termasuk dalam kegiatan “penutuhan kapal” atau dikenal dengan istilah “ship recycling”.
Hal itu disampaikann oleh Kepala kantor KSOP kelas I Banten Capt. Barlet Silalahi saat mewakili Direktur Perkapalan dan Kepelautan membuka acara Bimbingan Teknis Penutuhan Kapal yang Aman dan Ramah Lingkungan, Banten, Rabu (27/7).
Capt Barlet menjelaskan bahwa penutuhan kapal atau kegiatan pemotongan dan penghancuran kapal yang tidak digunakan lagi harus dilakukan karena Kapal modern berbahan dasar baja memiliki masa pemakaian pada umumnya hanya 25 (dua puluh lima) sampai dengan 30 (tiga puluh) tahun. Semua kapal yang dibangun dengan teknologi modern di suatu galangan kapal akan mengalami korosi, kelelahan metal (metal fatigue), dan kekurangan suku cadang.
“Hal ini mengakibatkan suatu kapal tidak lagi memiliki nilai ekonomi untuk tetap beroperasi sehingga harus dilakukan penutuhan kapal namun harus dilakukan dengan cara yang berwawasan lingkungan,” ujarnya.
Setiap kapal modern berbahan dasar baja yang telah mencapai batas usia akhir pemakaian dan tidak akan dipergunakan lagi pada umumnya akan dikirim ke suatu galangan untuk dibongkar atau ditutuh. Kapal berbahan dasar baja memiliki beragam kandungan material yang dapat dipergunakan kembali setelah melalui proses penutuhan dan daur ulang (recycling process).
Penutuhan kapal memungkinkan berbagai material yang terdapat di kapal, khususnya baja, diproses kembali (daur ulang) menjadi suatu produk baru.
Proses daur ulang beragam komponen material dari kapal yang tidak dipergunakan lagi telah memberikan kontribusi positif terhadap konservasi energi dan sumber daya global. Maka, penutuhan kapal telah memberikan dampak positif dalam perekonomian masyarakat dan negara. Penutuhan kapal berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
“Penutuhan kapal melibatkan tenaga kerja (workforce) dalam jumlah besar dan area kerja yang luas. Penutuhan kapal merupakan industri padat karya (labor-intensive) dan merupakan salah satu industri paling berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan jiwa manusia,” lanjut Capt. Barlet
Penutuhan kapal juga bersinggungan dengan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Penutuhan kapal berpotensi menyebabkan material beracun dalam kuantitas yang besar berpindah ke lingkungan lainnya sehingga dapat menyebabkan beragam persoalan kesehatan terhadap pekerja galangan penutuhan, penduduk setempat, flora, dan fauna.
Pemerintah telah mengatur penutuhan kapal dalam Pasal 51 sampai 56 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan telah melaksanakan serangkaian pemeriksaan dan sertifikasi penutuhan kapal dengan berpedoman pada berbagai ketentuan yang diterbitkan oleh Organisasi Maritim Internasional.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut turut melibatkan berbagai institusi dalam meminimalisasi risiko lingkungan serta keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan dengan proses penutuhan kapal.
Seluruh aspek penutuhan kapal memerlukan komitmen kerja sama di antara regulator dan operator. Dengan memahami berbagai potensi resiko dalam pelaksanaan penutuhan kapal, kelangsungan jangka panjang (long-term sustainability) industri penutuhan kapal akan terjamin.
“Dengan demikian, semua pemangku kepentingan dapat meningkatkan kontribusi industri penutuhan kapal terhadap pembangunan berkelanjutan di Indonesia,” tutup Capt. Barlet. (Andi RR)