Jakarta, PUBLIKASI – Pengakuan hak-hak masyarakat adat adalah satu hal penting yang perlu diperoleh untuk berbagai tujuan. Misalnya, untuk mengurangi konflik agraria dan menjaga kelestarian lingkungan hidup, selain tentunya hak-hak masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus berupaya mendaftarkan tanah ulayat untuk melindungi hak-hak masyarakat adat.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Pengukuran dan Pemetaan Kadastral pada Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Ditjen SPPR) Kementerian ATR/BPN, Tri Wibisono dalam Talkshow bertajuk Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Ujung Pemerintahan Jokowi. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) secara daring, Senin (25/04/2022).
Menurutnya, program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada tahun ini akan memperhatikan hasil peta desa lengkap, termasuk indikasi tanah ulayat.
“Untuk bisa mengetahui berapa luas dan di mana letak-letak tanah ulayat itu, di awali dengan peta kerja yang diharapkan dengan cara super infus dengan pihak-pihak yang sudah melakukan identifikasi, inventarisasi tanah ulayat untuk bisa menjadi program PTSL,” ujar Tri Wibisono.
“Dalam menghasilkan peta desa lengkap, tanah ulayat sering kali tertinggal. Kami mencoba menandai terhadap tanah ulayat itu dengan NIS (Nomor Identifikasi Bidang Sementara), kalau yang sudah terukur dan itu kemudian sudah memenuhi persyaratan pengukuran kadastral kita kasih NIB (Nomor Identifikasi Bidang). Tapi kalau NIS yang diharapkan nanti bisa ditindaklanjuti program pendaftaran tanah selanjutnya,” terang Direktur Pengukuran dan Pemetaan Kadastral Kementerian ATR/BPN.
Tri Wibisono menegaskan bahwa tindak lanjut dari persoalan tersebut dapat mengacu pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat ataupun Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah. “Ini yang perlu kita kondisikan saat ini,” sebutnya.
“Ini yang kami sampaikan setidaknya menjadi hal yang perlu kita rembuk bersama untuk bisa mendorong pemerintah secara aktif untuk bisa menguatkan program pendaftaran tanah khususnya untuk tanah-tanah ulayat di Indonesia,” papar Tri Wibisono.
Kepala BRWA, Kasmita Widodo pada kesempatan yang sama melaporkan bahwa pada bulan Maret lalu, BRWA telah merilis data terbaru status pengakuan wilayah adat di Indonesia yang telah meregistrasi 1.091 peta wilayah adat, dengan luas mencapai sekitar 17,6 juta hektare. Peta wilayah adat tersebut tersebar di 29 provinsi dan 141 kabupaten/kota.
Pengakuan masyarakat adat dan wilayah adat terlaksana berkat kebijakan daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Secara umum, bentuk kebijakan daerah bersifat pengaturan dan penetapan keberadaan masyarakat adat dan wilayah adat melalui peraturan daerah dan/atau Surat Keputusan Kepala Daerah.
“Mudah-mudahan dalam talkshow ini kita bisa saling mengupdate menyampaikan perkembangan terkait upaya-upaya perlindungan hak-hak masyarakat adat. Bapak/Ibu dari kementerian/lembaga untuk bisa sama-sama menghadirkan informasi terbaru dan upaya-upaya yang akan dilakukan ke depan di dalam menjaga komitmen apa yang sudah disampaikan Presiden Joko Widodo,” terang Kepala BRWA. (*/Red)