Jakarta, PUBLIKASI – Negara mengantongi Rp2,19 triliun dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty Jilid II per Sabtu (26/2). Setoran itu berupa pajak penghasilan (PPh) yang berasal dari pengungkapan harta bersih senilai Rp21,12 triliun.
Berdasarkan situs resmi DJP, ada sebanyak 17.582 wajib pajak yang mengikuti tax amnesty jilid II. Dari total tersebut, DJP telah mengeluarkan 19.655 surat keterangan.
Sementara itu, deklarasi dari dalam negeri dan repatriasi yang dilakukan oleh wajib pajak sebesar Rp18,49 triliun dan deklarasi luar negeri sebesar Rp1,36 triliun.
Dari total tersebut, dana yang diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) sebesar Rp1,27 triliun.
Sebagai informasi, kebijakan soal tax amnesty jilid II tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan, sepanjang direktur jenderal pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.
Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Hal itu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Harta yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015. Nantinya, harta bersih itu akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan PPh final.
PPh final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Tarif itu terdiri dari 6 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan SDA, EBT, dan SBN.
Lalu, 8 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN. Selanjutnya, 6 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan bahwa akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia serta diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN.
Setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harga. Surat itu diberikan kepada direktur jenderal pajak pada 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.
Selain itu, wajib pajak juga harus melampirkan beberapa dokumen, seperti bukti pembayaran PPh final, daftar rincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke Indonesia, pernyataan menginvestasikan harta bersih ke sektor usaha SDA, EBT, dan SBN.
Setelah itu, direktur jenderal pajak akan menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan atas pengungkapan harta oleh wajib pajak. *Arya